REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Semua fraksi atau delapan fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) menolak rencana realokasi anggaran KUA PPAS RAPBD Jateng 2024 oleh Penjabat Gubernur Jateng Nana Sudjana untuk mendukung pelaksanaan 10 Program Prioritas.
“Semua fraksi tidak setuju (realokasi anggaran untuk 10 Program Prioritas Pj Gubernur Jateng), ini masih dibahas, nanti kesepakatannya seperti apa,” kata Ketua DPRD Provinsi Jateng, Sumanto, di Semarang, Senin (20/11/2023).
Menurut dia, penolakan ini merupakan dinamika pembahasan anggaran yang ada di DPRD Jateng. “Itu kan dinamika dan masih proses pembahasan, dewan akan melakukan koreksi terhadap anggaran yang akan direalokasi Pemprov Jateng, kemarin baru rapat (banggar) sekali. Namanya masih pembahasan ya dinamikanya banyak, belum final,” ujar politikus PDI Perjuangan itu.
Realokasi anggaran dengan nilai total sekitar Rp 2,4 triliun itu ditolak kalangan legislator, karena menggunakan anggaran yang sudah disepakati dan dijalankan sebelumnya oleh Pemprov Jateng bersama DPRD Jateng.
Anggaran yang akan direalokasi Pemprov Jateng itu, antara lain, anggaran insentif guru keagamaan Rp 247,2 miliar, anggaran penanggulangan kemiskinan ekstrem Rp 243,4 miliar, anggaran bantuan operasional sekolah daerah Rp 142,8 miliar, anggaran Bina Marga Rp200 miliar, dan anggaran rumah tidak layak huni (RTLH) Rp 80 miliar.
Ketua Fraksi PPP DPRD Jateng Masruhan Samsurie menegaskan menolak rencana dihapusnya anggaran insentif guru keagamaan (guru madin, TPQ, dan pondok pesantren) se-Jateng. Termasuk anggaran BOS Daerah Jateng pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sebesar Rp 142 miliar dan BOS daerah untuk siswa madrasah aliyah negeri dan swasta sebesar Rp 27 miliar.
Menurut dia, realokasi anggaran tersebut berpotensi dan berdampak sangat serius bagi masyarakat, khususnya 250 ribu guru keagamaan yang telah mengabdi tanpa pamrih di bidang pendidikan nonformal selama ini.
“Tambahan insentif yang hanya sebesar Rp 100 ribu per bulan ini jika dihilangkan akan sangat mengganggu rasa kemanusiaan. Mereka sudah mengabdi lama, berjasa untuk terus membina, membimbing akhlak anak-anak didik kita di tengah-tengah masyarakat. Jika yang hanya Rp 100 ribu per bulan ini saja kok mau dihilangkan, ini tentu sangat memprihatinkan,” katanya pula.
Ia menyebut keadilan sektor pendidikan selama ini telah agak tegak dengan munculnya anggaran BOS Daerah Jateng, meski juga jauh dari cukup. Selama lima tahun ini, akreditasi A hanya dapat Rp 150 ribu per siswa per tahun, akreditasi B memperoleh Rp 250 ribu per siswa per tahun, akreditasi C memperoleh Rp 500 ribu per siswa per tahun.
Total anggaran BOS daerah selama ini hanya sebesar sekitar Rp 150 miliar per tahun, sedangkan untuk bantuan operasional pendidikan (BOP) siswa negeri sebesar Rp 800 miliar per tahun.
“Dengan BOP, siswa SMAN/SMKN/SLBN telah digratiskan. Oleh sebab itu, jika BOS daerah akan dihilangkan, akan sangat mengusik rasa keadilan kita terhadap dunia pendidikan di Jateng,” ujarnya.
Penjabat Gubernur Jateng Nana Sudjana saat dikonfirmasi terpisah enggan berkomentar lebih jauh mengenai realokasi anggaran untuk mendukung pelaksanaan 10 Program Prioritas. "Itu nantilah ya, belum final. Gak usah bicara itu dulu,” kata dia.
Kesepuluh program prioritas pj gubernur itu meliputi menyukseskan penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024 secara luber dan jurdil, menjaga stabilitas sosial, ekonomi, politik, keamanan dan ketertiban masyarakat, pengendalian inflasi dan ketahanan pangan, penuntasan pengentasan kemiskinan ekstrem, penurunan angka pengangguran dan tengkes (stunting).
Selanjutnya, penanganan dampak perubahan iklim (kekeringan), polusi, dan karhutla, peningkatan kualitas sistem pendidikan vokasi, pengembangan pariwisata dan peningkatan daya saing UMKM di sektor ekonomi kreatif, pengembangan sistem ekonomi sirkular dan transisi energi, pengembangan layanan publik dengan sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE), serta meningkatkan pengawasan internal aparatur sipil negara (ASN).