REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Miftahul Huda, meluruskan kebingungan yang terjadi di publik terkait kehalalan suatu produk, seusai muncul hoaks mengenai daftar barang yang dijual dikaitkan atau terafiliasi dengan Zionis Israel.
MUI membantah adanya daftar produk yang diharamkan, seperti yang beredar di beberapa media dan platform online. "Produknya itu tetap halal selama masih memenuhi kriteria kehalalan," kata Miftahul kepada wartawan di Jakarta, Kamis (30/11/2023).
Dia menerangkan, MUI tidak berkompeten untuk merilis daftar produk Israel atau yang terafiliasi dengan Israel. Dalam klarifikasinya, MUI menegaskan, yang diharamkan bukanlah produknya, melainkan aktivitas dukungan terhadap Israel.
Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) melalui lama resminya juga turut membantah isu hoaks daftar 121 produk diharamkan karena terafiliasi Israel. Mereka menyatakan, MUI tidak pernah merilis daftar produk Israel dan afiliasinya yang harus diboikot.
Di sisi lain, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga ikut meluruskan kabar tersebut. Ketua Umum DPP Apindo, Shinta Widjaja Kamdani menegaskan, MUI tidak pernah mengeluarkan daftar produk pro-Israel yang harus diboikot.
"Prinsipnya kita harus menyadari informasi-informasi hoaks juga yang keluar, karena sebenarnya dari MUI sendiri jelas posisinya terhadap boikot produk-produk pro-Israel," kata Shinta di Jakarta dikutip Kamis.
Shinta menyoroti beredarnya produk yang tercantum dalam daftar berkaitan dengan pro-Israel. Menurut dia, Apindo perlu meluruskan kalau beragam produk yang diboikot tersebut tidak berkaitan dengan Israel.
Dia menyebut, aksi boikot yang tidak tepat sasaran lebih banyak merugikan Tanah Air dan kontradiktif dengan tujuan memutus sokongan dana terhadap Israel. "Tidak ada yang mendukung agresi militer Israel, kita juga jelas tidak," ujar Shinta.
Shinta mencontohkan salah satu perusahaan yang selama ini menjadi korban aksi boikot adalah PT Unilever Indonesia Tbk. Shinta memastikan, Unilever Indonesia yang menyerap tenaga kerja dalam negeri dan melibatkan banyak pelaku usaha lokal dalam rantai pasok produksi, tidak berafiliasi dengan Israel.
"Jadi kasihan konsumen yang tidak mengerti karena mereka pikir ini produk-produk yang berkaitan dengan Israel atau mendukung agresi Israel. Jadi kita mesti tahu sebelum boikot, ini produk dari mana. Kasihan dong produk bukan dari Israel juga kena boikot," kata Shinta.