REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk mewaspadai kondisi perekonomian China yang terus mengalami pelemahan. Hal ini berimbas terhadap ekonomi dan perdagangan Indonesia khususnya ekspor.
Chief Economist BRI Anton Hendranata mengatakan saat ini ekonomi globat sudah mengalami perlambatan, ditambah ekonomi China juga melemah bahkan diprediksi hanya tumbuh 4,2 persen pada tahun depan.
“Ekonomi global melambat, hati-hati ekonomi China bahkan diprediksi hanya tumbuh 4,2 persen,” ujarnya saat acara Proyeksi Ekonomi Indonesia 2024, Rabu (6/12/2023).
Menurutnya pemulihan ekonomi China diperkirakan masih fragile dan berdampak negatif terhadap perekonomian dunia. Hal ini justru berbeda dengan kondisi perekonomian Amerika Serikat yang relatif kuat pada kuartal III 2023, meskipun tahun depan kemungkinan Amerika Serikat akan mengalami resesi.
“Indonesia situasinya tidak bisa dihindarkan ketika ekonomi global melambat, daya beli konsumen melemah, khususnya kelas menegah ke bawah. Hati-hati terhadap deflasi ekonomi China, kenapa? artinya harga barangnya murah bisa penetrasi harga negara lain termasuk Indonesia, akan menganggu produksi domestik negara,” ucapnya.
Sebelumnya Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Abdurohman mengatakan, pemerintah sedang mewaspadai perekonomian China yang tengah mengalami perlambatan. Hal ini mengingat China merupakan salah satu negara yang punya hubungan kuat dengan Indonesia sebagai mitra dagang.
"Ini juga diperkirakan akan mengalami perlambatan dan ini perlu kita waspadai karena 20 persen ekspor kita ke China," ujarnya saat seminar Indonesia Economic Outlook 2024 di Jakarta, Selasa (21/11/2023).
Dia menjelaskan perekonomian China terus mengalami perlambatan imbas dari melemahnya sektor properti serta investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) yang menurun. Pelemahan kedua sektor tersebut berdampak signifikan lantaran keduanya menjadi sumber utama mesin utama penggerak ekonomi China.
"Berbeda dengan Amerika Serikat dan kita yang lebih banyak didorong oleh konsumsi, perekonomian China lebih banyak didorong oleh investasi. Itu menjadi akar persoalan China karena banyak investasi yang lari ke sektor properti, sementara sektor itu sedang mengalami banyak krisis," jelasnya.