REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbudristek Nunuk Suryani menyampaikan, peran guru sangat penting dalam upaya memutus fenomena anak mengakhiri hidup. Dia mengatakan, guru merupakan sosok yang dapat mengidentifikasi persoalan-persoalan yang dihadapi oleh seorang anak di sekolah dan lingkungannya.
“Sangat penting. Karena kan bullying itu kan terjadi di mana aja, (bisa) di kelas. Jadi makanya guru sekarang kan pembelajaran yang kita lihat itu melihat betul potensi anak satu demi satu,” ucap Nunuk saat ditemui di Jakarta, Rabu (6/12/2023).
Menurut Nunuk, para guru dapat memahami tentang persoalan itu dengan belajar di semua sumber yang tersedia saat ini. Mulai dari pelatihan-pelatihan disiplin positif di Platform Merdeka Mengajar (PMM), Permendikbudristek Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP), maupun sumber lainnya.
“Sebenarnya sudah aja cara mengatasinya itu dengan (peraturan) kemarin. Karena kementerian menyadari bahwa sebenarnya bullying atau kekerasan itu lebih besar daripada pandemi. Maka kemarin ada dikeluarkanlah episode tersendiri khusus untuk penanganan itu,” jelas dia.
Dengan memahami langkah-langkah yang diperlukan, kata dia, guru dapat mengidentifikasi anak-anak yang terkena perundungan. Di samping itu, guru juga bisa mendengarkan laporan-laporan yang diutarakan oleh orang tua murid untuk kemudian menyikapi laporan tersebut dengan baik. Semua itu dilakukan di samping Satuan Tugas (Satgas) PPKSP terus dibentuk di satuan-satuan pendidikan.
“Jadi melalui guru bisa mengidentifikasi anak-anak yang terkena bullying. Lalu orangtua juga melaporkan. Lalu ada satgas di satuan pendidikan yang dibentuk. Itu bisa meminimalisasi hal semacam itu,” jelas dia.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merasa prihatin dengan terus berlanjutnya fenomena anak mengakhiri hidup. Menurut KPAI, setidaknya ada tiga langkah preventif agar fenomena tersebut tidak terus berlanjut di masa yang akan datang. Peran keluarga, lingkungan, dan sekolah untuk melakukan edukasi sangat penting.
“Langkah preventif ada tiga, baik primer, sekunder, ataupun tersier. Kalau primer, itu memang seharusnya sekolah, keluarga, lingkungan itu sudah mengedukasi bahaya anak mengakhiri hidup beserta dampaknya. Dan juga ini harusnya tokoh-tokoh agama juga,” ucap Komisioner KPAI Diyah Puspitarini kepada Republika.co.id, Rabu (29/11/2023).
Langkah preventif berikutnya dapat dilakukan ketika anak sudah ada ide mengakhiri hidup. Ketika itu terjadi, kata dia, maka harus ada konseling dan pendampingan psikologis anak tersebut. Untuk itu, pendeteksian perlu dilakukan di sekolah maupun di rumah. Menurut Diyah, anak yang akan mengakhiri hidup biasanya mengalami perubahan perilaku, termasuk menarik diri dari lingkungan dan sekitarnya.
Kemudian, langkah preventif tersier dapat dilakukan ketika sudah terjadi anak mengakhiri hidup. Upaya yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan pendampingan terhadap keluarga, orang yang melihat kejadian terutama anak-anak, sahabat terdekat korban, dan juga pihak sekolah yang misalnya menjadi tempat kejadian perkara (TKP).
Setiap sekolah pasti tidak....