Jumat 15 Dec 2023 09:15 WIB

Kemenkeu: Belanja Perpajakan Jaga Daya Beli dan Pertumbuhan Ekonomi

Nilai belanja perpajakan Indonesia 2022 tercatat sebesar Rp 323,5 triliun.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Febrio Kacaribu
Foto: dokpri
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Febrio Kacaribu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menyatakan, belanja perpajakan 2022 mampu menjaga daya beli masyarakat serta pertumbuhan ekonomi nasional.

“Belanja perpajakan memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga daya beli masyarakat serta mendukung pertumbuhan ekonomi. Kebijakan belanja perpajakan telah dimanfaatkan dengan baik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan UMKM,” kata Kepala BKF Febrio Kacaribu di Jakarta, Kamis (15/12/2023).

Baca Juga

Pernyataan tersebut menyambung diterbitkannya Laporan Belanja Perpajakan Tahun 2022, yang merupakan terbitan keenam sejak pertama kali diperkenalkan kepada publik pada 2018. Nilai belanja perpajakan secara keseluruhan meningkat secara terukur seiring dengan pertumbuhan ekonomi, kegiatan produksi, dan konsumsi masyarakat.

Nilai belanja perpajakan Indonesia 2022 tercatat sebesar Rp 323,5 triliun atau sebesar 1,65 persen dari PDB. Nilai tersebut secara nominal meningkat sebesar 4,4 persen dibandingkan nilai belanja perpajakan 2021 yang bernilai Rp 310,0 triliun atau 1,83 persen PDB.

Berdasarkan jenis pajak, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) masih mendominasi nilai belanja perpajakan yaitu mencapai lebih dari setengah total belanja perpajakan. Untuk 2022, belanja perpajakan PPN mencapai Rp 192,8 triliun atau sebesar 59,6 persen dari total belanja perpajakan 2022.

Sementara itu, belanja perpajakan Pajak Penghasilan (PPh) mencapai Rp 113,9 triliun atau sebesar 35,2 persen dari total belanja perpajakan 2022.

Berdasarkan tujuan kebijakannya, nilai belanja perpajakan terbesar adalah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang mencapai Rp 162,4 triliun atau sebesar 50,2 persen dari total belanja perpajakan 2022.

Mayoritas belanja tersebut diberikan dalam bentuk pengecualian barang dan jasa kena pajak seperti bahan kebutuhan pokok sebesar Rp 38,6 triliun, jasa angkutan umum Rp 14,3 triliun, serta jasa pendidikan dan kesehatan masing-masing sebesar Rp 20,8 triliun dan Rp 5,8 triliun.

Selanjutnya, UMKM menerima manfaat sebesar Rp 69,7 triliun atau sebesar 21,5 persen dari total belanja perpajakan. Insentif tersebut diberikan untuk mewujudkan sistem perpajakan yang lebih adil yang dapat mendorong usaha mikro, kecil, dan menengah semakin berkembang.

Sementara itu, untuk peningkatan iklim investasi dan dukungan kepada dunia bisnis, Pemerintah memberikan berbagai fasilitas antara lain tax holiday, tax allowance, dan penurunan tarif PPh bagi perseroan terbuka yang pada tahun 2022 masing-masing bernilai Rp 4,7 triliun, Rp 416 miliar, dan Rp 8,0 triliun.

Upaya menjaga transparansi belanja perpajakan terus dilakukan melalui publikasi laporan belanja perpajakan secara reguler. Laporan ini disusun dengan memerhatikan elemen penting dalam prinsip transparansi fiskal sebagaimana yang diperkenalkan oleh IMF melalui Fiscal Transparency Code, yang menjadi salah satu acuan BPK.

Terbitan tahun ini juga mencantumkan proyeksi penghitungan belanja perpajakan sampai dengan 3 tahun ke depan sesuai dengan rekomendasi BPK serta untuk menyesuaikan dengan praktik umum yang dilakukan oleh negara-negara di dunia.

Dalam menjalani 2023, Pemerintah Indonesia tetap berkomitmen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Kebijakan fiskal yang tepat dan insentif perpajakan yang strategis akan terus menjadi pilar dalam upaya mencapai tujuan tersebut.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement