REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil otopsi yang dirilis kantor Pemeriksa Medis Los Angeles County mengungkapkan bahwa aktor Matthew Perry meninggal akibat dampak akut anestesi ketamin. Hasilnya menunjukkan efek tenggelam, penyakit arteri koroner, dan buprenorfin (sebagai bagian dari pengobatan kecanduan opioid) sebagai faktor penyebab kematiannya.
Kejadian ini dianggap sebagai kecelakaan, tanpa tanda-tanda pelanggaran. Tidak ada deteksi alkohol, metamfetamin, kokain, heroin, PCP, atau fentanil.
"Dengan kadar ketamin yang tinggi dalam sampel darah postmortemnya, efek utama yang menyebabkan kematian adalah stimulasi berlebihan pada kardiovaskular dan depresi pernafasan," tulis laporan yang diakses, dilansir The Hollywood Reporter, Sabtu (16/12/2023).
Laporan tersebut menggambarkan bahwa Perry telah menjalani terapi infus ketamin sekitar seminggu setengah sebelum kematiannya. Namun, waktu paruh ketamine yang singkat, sekitar tiga sampai empat jam, membuat sulit untuk mengaitkannya langsung dengan terapi infus tersebut.
Ketamin, seperti yang didefinisikan dalam autopsi adalah anestesi disosiatif yang banyak digunakan dalam bidang medis dan bedah, serta dalam penggunaan rekreasi dan terlarang.
Aktor tersebut, yang meninggal secara tiba-tiba pada 28 Oktober pada usia 54 tahun, telah menjadi perhatian penegak hukum, setelah jenazahnya ditemukan di bak mandi air panas di rumahnya di Los Angeles. Meskipun autopsi telah selesai, kasusnya tercantum sebagai "ditangguhkan" di situs web kantor Pemeriksa Medis L.A. County sebelum dihapus sepenuhnya.
Rekan-rekan Perry dari Friends, termasuk Jennifer Aniston, Lisa Kudrow, Courteney Cox, Matt LeBlanc, dan David Schwimmer, merilis pernyataan bersama dan individu untuk memberikan penghormatan. Perry, yang secara terbuka berbagi perjuangannya melawan kecanduan alkohol dan opioid selama puluhan tahun, telah menciptakan Yayasan Matthew Perry untuk meneruskan misi membantu individu yang melawan kecanduan.