REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Akhir-akhir ini marak mahasiswa melakukan aksi bunuh diri. Muncul pertanyaan seberat apa beban menjadi mahasiswa dan mahasiswi di bangku perkuliahan saat ini jika dilihat dari sisi psikologis?
Psikolog klinis anak dan remaja Vera Itabiliana Hadiwidjojo mengungkapkan berat atau tidaknya tergantung bagaimana individu mahasiswa atau mahasiswi masing-masing. Menurut dia, ada yang merasa berat tetapi memiliki keyakinan diri dan resiliensi yang baik sehingga bisa-bisa saja melewati tantangan yang ada ditambah juga lingkungan yang suportif.
“Hal ini tertentu tergantung bagaimana pengasuhan selama ini menempa individu tersebut. Secara umum, di usia kuliah, individu menghadapi tantangan antara lain bagaimana mereka mempersiapkan diri untuk hidup tanpa safety net lagi dari orang tua nantinya,” ujar Vera melalui surat elektronik pada Republika.co.id beberapa waktu lalu.
Selanjutnya, Republika.co.id menanyakan sebagian besar yang bunuh diri adalah perempuan, apakah ada beban yang lebih berat disandang perempuan di masyarakat? Vera menjawab dia tidak dapat memastikan apakah betul kebanyakan perempuan.
Beban berat bisa saja pada laki-laki juga tergantung bagaimana latar belakang keluarga dan budaya masing-masing.
“Setiap kasus bunuh diri adalah unik, punya latar belakang tersendiri,” kata dia.
Terakhir, Vera menjelaskan bisa saja kemungkinan ke depannya bunuh diri bisa menjadi tren di kalangan mahasiswa dan mahasiswi ketika mereka merasa tidak bisa menemukan solusi atas masalahnya. Ini karena mereka melihat seolah ada jalan pintas untuk keluar dari masalah.
“Karena itu diperlukan kepedulian lebih besar pada sesama di sekitar kita jika ada yang menunjukkan indikasi kecenderungan bundir segera beri bantuan dengan sekedar mengajak bicara atau menjadi pendengar yang baik dan menawarkan bantuan yang diperlukan,” ujar Vera.