Jumat 29 Dec 2023 16:48 WIB

Presiden Mahasiswa UIN: Demonstran Pengusir Paksa Rohingya tak Wakili Mahasiswa Aceh

Ada oknum-oknum yang mengaku mahasiswa melakukan aksi tidak terpuji ke pengungsi.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Teguh Firmansyah
Sejumlah mahasiswa Aceh menuntut deportasi pengungsi Rohingya.
Foto:

Dia menuturkan, terlepas dari berbagai isu yang ada terkait kedatangan para pengungsi dari Myanmar itu, perlu dipahami mereka adalah kaum yang tertindas. Mahasiswa yang merupakan penyambung lidah kaum tertindas, kata dia, tidak sepatutnya melakukan hal-hal semacam itu kepada mereka.

"Yang perlu kita ketahui mereka ini adalah kaum yang tertindas dan tidak sepatutnya kita selaku mahasiswa yang sebagai penyambung lidah daripada kaum tertindas melakukan hal-hal yang seperti itu," jelas dia.

Lagipula, yang semestinya dicecar oleh mahasiswa, menurut Ilham, bukanlah para pengungsi, melainkan pemerintah. Dia mengakui, pemerintah semestinya dapat lebih tegas menyikapi persoalan Rohingya agar tak menjadi masalah yang berkepanjangan.

Dia menganalogikan isu pengungsi Rohingya ini bagai makan buah simalakama.

"Ketika kita terima tentu berdampak jangka panjang dalam tatanan sosial masyarakat ketika kita tidak menerimapun itu bertabrakan dengan moral kita selaku kemanusiaan," terang Ilham.

Dia pun berharap agar isu pengungsi Rohingya ini menjadi isu pemecah persatuan di Indonesia, khususnya di Aceh. Ilham melihat sudah ada arah menuju ke sana untuk saat ini. Menurut dia, masih ada hal genting lain yang harus diselesaikan secara bersama-sama oleh seluruh elemen bangsa ini untuk saat ini dan ke depan.

"Ada yang pro, ada yang kontra. Di mahasiswa juga ada yang pro ada yang kontra. Ini jangan sampai menjadi isu pemecah karena ada hal urgen lain yang harus kita selesaikan secara bersama," jelas Ilham.

Pengusiran pengungsi Rohingya oleh kelompok mahasiswa di Aceh menjadi sorotan internasional. Media asal Qatar, Aljazirah, memberitakan peristiwa tersebut dengan menyoroti serbuan ratusan mahasiswa tersebut kepada 137 pengungsi Rohingya yang berada di Gedung Balee Meuseuraya Aceh (BMA).

“Ratusan mahasiswa di provinsi paling barat Indonesia di Aceh telah menyerbu tempat penampungan sementara bagi para pengungsi Rohingya, menuntut mereka dideportasi,” bunyi berita tersebut seperti dilansir Republika, Jumat (29/12/2023).

Dalam berita tersebut, tindakan kelompok mahasiswa ini disebut sebagai episode baru diskriminasi terhadap kelompok minoritas yang dianiyaya di Myanmar. Di mana sebelumnya sudah ada penolakan terhadap lebih dari 1.500 pengungsi Rohingya saat tiba di pantai Aceh sejak pertengahan November lalu.

Video yang beredar menunjukkan para mahasiswa, yang mengenakan jaket dan lencana universitas beragam, berlari ke tempat para Rohingya berada. Mereka berlari mengusir sembari meneriakkan “toalk Rohingya di Aceh” dan “tendang mereka keluar”.

Para mahasiswa itu juga tampak menendang barang-barang milik pengungsi yang ada di sana. Para pengungsi yang terdiri dari wanita, laki-laki, dan anak-anak terlihat duduk dan di antara mereka ada yang menangis ketakutan.

“Pendemo membakar ban dan berkelahi dengan polisi yang melindungi pengungsi yang ketaekutan, tapi petugas pada akhirnya mengizinkan pemindahan pengungsi oleh para pelajar,” kutip Aljazirah dari agensi berita AFP.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan, para pengungsi Rohingya yang diusir oleh kelompok mahasiswa di Aceh akan ditempatkan di dua lokasi aman, yakni di gedung Palang Merah Indonesia (PMI) dan gedung Yayasan Aceh. Mahfud mengatakan, mereka akan dijaga oleh aparat keamanan.

“Saya sudah mengambil keputusan dan tindakan agar pengungsi-pengungsi Rohingya itu ditempatkan di satu tempat yang aman. Satu, ditempatkan di gedung PMI. Yang sebagian lagi ditempatkan di gedung Yayasan Aceh. Dan saya sudah berpesan agar aparat keamanan menjaga karena ini soal kemanusiaan,” ujar Mahfud lewat rekaman video, dikutip Jumat (29/12/2023).

Mahfud mengatakan, tindakan yang diambilnya ini dilandasi dengan alasan kemanusiaan. Sebab, kata dia, Indonesia tidak punya ikatan lain selain ikatan kemanusiaan kepada para pengungsi Rohingya. Indonesia, kata dia, tidak terikat dengan konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang pengungsi yang menjadi asal mula Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi atau UNHCR.

“Orang kalau terusir tidak bisa pulang ke negerinya daripada terkatung-katung di laut kita tampung dulu sementara nanti dikembalikan melalui PBB. Karena yang punya aturan itu PBB. Kita sendiri kalau mau ngusir sekarang juga bisa. Karena kita tidak ada urusan. Tetapi ini kan urusan kemanusiaan,” terang dia.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengingatkan, pemerintah Indonesia menerima kehadiran pengungsi Rohingya hanya atas pertimbangan kemanusiaan. Apabila hal itu kemudian disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu, maka pemerintah tidak tertutup kemungkinan akan bertindak keras untuk menolak penyalahgunaan itu.

“Kita sebetulnya dalam menerima kehadiran mereka itu pertimbangan kemanusiaan saja. Tetapi kalau pertimbangan kemanusiaan itu kemudian telah disalahgunakan, dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu dengan cara yang tidak bertanggung jawab, ya kita akan bisa bertindak keras untuk menolak itu,” ucap Muhadjir saat ditemui di Jakarta, Senin (11/12/2023).

Muhadjir menegaskan, pemerintah Indonesia tidak memiliki ikatan apa pun dengan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR). Sebab itu upaya mengembalikan para pengungsi yang ada di Indonesia agar berada di bawah tanggung jawab lembaga internasional yang membidanginya itu perlu dilakukan. Dia menyatakan, dirinya hanya akan menangani persoalan pengungsi Rohingya dari sisi kemanusiaannya.

“Dan kita juga harus segera mengembalikan mereka yang sekarang berada di Indonesia agar berada di bawah tanggung jawab lembaga internasional yang memang membidangi itu,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement