REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD memiliki program gastronomi yang bakal diterapkan untuk mendongkrak kualitas gizi, memperbaiki kualitas sumber daya manusia (SDM), dan menggerakkan ekonomi nasional jika memenangkan Pilpres 2024.
Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Chico Hakim, menyampaikan, program gastronomi merupakan ide tandingan dari program makan siang dan susu gratis yang diusung pasangan capres dan cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Sebelumnya, cawapres Mahfud mengkritik program makan siang dan bagi susu gratis yang dicanangkan pasangan Prabowo-Gibran. Dia menyebut program itu tak menguntungkan karena mayoritas komponennya, terutama susu, berasal dari impor. Dalam jangka panjang, menurut Mahfud, program itu juga sulit terealisasi.
Sebagai gantinya, Mahfud mengatakan, ia bersama Ganjar punya program bernama gastronomi. Secara teoritis, gastronomi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan seni, praktik, dan kajian tentang pemilihan, preparasi, produksi, penyajian, dan penikmatan berbagai makanan dan minuman.
Menurut Chico, program makan siang gratis cenderung menyeragamkan sumber gizi pada susu dan telur. Padahal, komponen pangan bergizi bisa didapat tak hanya dari susu, tetapi juga aneka pangan lokal.
"Sudah banyak studi menunjukkan telur lebih bergizi ketimbang susu. Terus kalau bicara soal laktosa intoleran atau ketidakmampuan untuk sepenuhnya mencerna gula (laktosa) dalam produk susu itu hampir 70 persen orang Asia memiliki laktosa intoleran tersebut," ucap Chico di Jakarta, Selasa (2/1/2023).
Chico menerangkan, gastronomi ala Mahfud merupakan bentuk kearifan lokal suatu daerah pada bahan baku makanan, untuk diramu menjadi pangan. Menurut dia, pasangan Ganjar-Mahfud ingin menghindari penyeragaman pangan dengan dalih pemenuhan gizi.
Sebab, hal itu berpotensi meningkatkan ketergantungan impor karena membuat kebutuhan satu komoditas pangan bergizi menjadi tinggi. "Jangan sampai impor dinaikkan atas nama pemenuhan gizi. Padahal, banyak jenis makanan dari bahan baku lokal yang setara gizinya dengan susu impor, misalnya," ucap Chico.
Dia memahami, ide makan siang dan susu gratis bisa dibenarkan dengan revitalisasi peternak dalam negeri. Namun, masalahnya, kata Chico, sekali pun kebutuhan sapi sangat banyak, saat ini olahan pangan yang berasal dari sapi tetap impor.
Chico pun memandang, gastronomi bakal membuat asupan gizi jadi beragam. Sesuai dengan potensi aneka pangan yang ada di masyarakat. Tinggal nanti, pemerintah membantu pangan lokal naik kelas menjadi lebih bergizi tinggi. "Kalau kita bicara makan siang gratis, apakah nasi harus diberikan kepada orang Papua tiga kali sehari?"
"Jadi, kita jangan juga mengubah gaya hidup orang, sementara gaya hidup itu tidak berarti makanan yang dia asup itu tidak bergizi." Chico menyebut, gastronomi yang berorientasi pada pangan bergizi bakal ditopang dengan pendirian puskesmas kelas C di 50 ribu desa.