REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Imam Syafii pernah menyampaikan suatu pernyataan yang tergolong populer sampai sekarang ini. Pernyataan Imam Syafii tersebut menunjukkan keterbukaan atas pendapat yang berbeda.
Imam Syafii pernah berkata:
"رأيي صوابٌ يحتمل الخطأ، ورأي خصمي خطأ يحتمل الصوابَ، وما ناظرتُ أحدًا إلا أحببتُ أن يكُون الصوابُ على لسانه".
"Pendapat saya benar dan mungkin salah, dan pendapat lawan saya salah dan mungkin benar. Saya tidak pernah berdebat dengan siapa pun kecuali aku ingin apa yang benar itu ada di lisannya."
Dalam pernyataan tersebut, Imam Syafii mengatakan tidak pernah berdebat dengan siapa pun. Namun, dia hanya ingin berdebat untuk tujuan supaya lawan debatnya mendapatkan kebenaran.
Karena itu, sejatinya tujuan diadakannya debat ialah untuk mendapatkan kebenaran, bukan untuk meraih kemenangan bagi diri sendiri dan keinginan untuk tampil dan menang. Kemenangan di pengadilan akal budi adalah milik pihak yang mempunyai argumentasi dan bukti yang paling kuat.
Apa yang terkandung dalam Alquran menyiratkan seperti apa adab dalam berdebat. Allah SWT berfirman:
وَاِنَّآ اَوْ اِيَّاكُمْ لَعَلٰى هُدًى اَوْ فِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ
".... dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata." (QS Saba' ayat 24).
Ayat tersebut bahkan tidak secara langsung menyalahkan orang-orang musyrik atas kesesatannya. Tetapi menyebutkan bahwa salah satu dari kedua belah pihak berada dalam kebenaran atau kesesatan.
Maka, sepatutnya dalam berdebat menghindari pernyataan "pendapat saya benar dan pendapat kamu salah" karena sungguh Allah SWT adalah keadilan tertinggi.
Dengan demikian, kepada lawan debat jangan berkata, "Saya akan jelaskan kepada kamu apa yang benar dan apa yang Anda lakukan itu salah." Namun katakan pada lawan bicara, "Salah satu dari kita benar dan yang lainnya salah, jadi mari kita berdialog. Marilah kita mengetahui siapa di antara kita yang benar dan ikutilah jalan Allah SWT."