REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Muhammadiyah Dr Mukhaer Pakkanna menyatakan, pada masa rezim Jokowi, terjadi entropi ekonomi yang bercirikan pada ekonomi biaya tinggi dan korupsi. Dia menilai, dalam entropi ekonomi ada ketidakteraturan sistem yang membuat birokrasi tak efisien dan tak efektif.
Sehingga, hal itu membuat mesin ekonomi berjalan semakin tidak teratur. Kondisi itu juga membuat ekonomi menjadi tidak produktif. Hal itu dijelaskannya dalam Podcast Narada Syndicate yang dipandu oleh aktivis Kusfiardi.
"Saya sering mengandaikan, bila sebuah mesin motor mengonsumsi satu liter bensin bisa menempuh satu kilometer, karena sistem tidak teratur maka dengan satu liter bensin bisa sampai enam kilometer," ucap Mukhaer di Jakarta dikutip Senin (15/1/2024).
Menurut Mukhaer, analogi tersebut bila dimasukkan dalam konteks ekonomi politik, bermakna ada yang rusak di dalam sistem. Kerusakan itu, sambung dia, terlihat dalam incremental capital output ratio (ICOR) atau rasio antara output dengan input.
Yang tampak sekarang, menurut Mukhaer, adalah input banyak yang masuk, namun output sedikit. "ICOR Indonesia itu 7,5, sedangkan negara-negara Asia Tenggara ICOR nya rata-rata 3,5," ucap rektor Institut Teknologi Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD) tersebut.
Artinya, kata dia, semakin tinggi ICOR semakin tidak efisien pula perekonomian. Mukhaer menilai, tingginya biaya yang dikeluarkan, hanya membuahkan hasil yang rendah.
"Kenaikan ICOR ini terjadi terutama di periode kedua pemerintahan Jokowi. Yang artinya, ekonomi semakin tidak efisien di periode kedua ini," ucap Mukhaer.