REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyebut kemungkinan adanya faktor kesalahan manusia (human error) dalam insiden kecelakaan Kereta Api Turangga 65 dengan KRD Bandung Raya di Cicalengka, Bandung beberapa waktu lalu. Hal ini diduga berawal dari pelanggaran standar operasional prosedur (SOP).
Namun demikian, Budi Karya menyebut Kemenhub bersama Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) saat ini masih melakukan identifikasi mengenai penyebab pasti kecelakaan tersebut.
"Dalam waktu dekat ini insyaallah bisa diketahui apa penyebabnya dan kami akan secara detil menyampaikan (hasil temuan)," ujar Budi Karya usai Rapat Kerja dengan Komisi V DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (18/1/2024).
Meski belum final, Budi Karya telah melakukan langkah yakni mereformasi sumber daya manusia (SDM) baik di Kementerian Perhubungan maupun di PT KAI, berkoordinasi dengan Kementerian BUMN. Hal ini sebagai tindaklanjut dugaan adanya human error dalam kejadian tersebut.
"Yang pertama adalah melakukan reformasi terhadap SDM baik di Kemenhub maupun Kementerian BUMN dalam hal ini Kereta Api. Karena saya pikir kita harus reftesh berkaitan dengan SDM," ujar Budi Karya.
Langkah lainnya, Pemerintah berupaya menyelesaikan masalah lintasan satu jalur maupun sinyal perlintasan yang masih manual. Saat ini kata Budi Karya, masih banyaknya lintasan satu jalur maupun persinyalan kereta api yang masih manual di Indonesia.
Pemerintah mengupayakan seluruh jalur kereta api terdiri dari dua lintasan atau double track. Hal ini mengingat dua kecelakaan kereta terbaru, baik di Cicalengka maupun kereta anjlok di Tanggulangin, Jawa Timur ada di lintasan satu jalur.
"Jadi memang kalau kita akan melakukan dua jalur semuanya karena yang single track masih banyak sekali, tentu banyak yang dibutuhkan beberapa tahun," ujarnya.
Sementara terkait sinyal manual, Budi Karya menilai semestinya tidak menjadi masalah jika SOP benar-benar dilaksanakan. Sebab, SOP untuk perlintasan manual sudah dibuat dengan prosedur yang ketat.
"Sebenernya sinyal manual itu cukup handal apabila SOP dari satu dan yang lain itu bekerja dengan baik baik, ada prosedur-prosedur yang ketat. Bayangkan saja di masinis itu ada dua orang. Jadi kalau menentukan jalan yang satu haruss mengingatkan, begitu juga tempat satu dengan tempat yang lain klo membuka harus menanyakan ke lain kami tentu belum mendapatkan informasi yang jelas dan itu akan segera kita sampaikan,"katanya.
Ketiga, Kementerian Perhubungan melakukan upaya jalur elevated kereta api di kota kota besar. Ia menilai, jalur semi cepat di sepanjang pantai utara Jawa memang menjadi rencana jangka panjang. Namun, pemerintah memprioritaskan elevated khususnya yang berada di kota-kota besar, seperti Bandung, Semarang, Yogyakarta, Solo, Surabaya
"Ada rencana membuat jalur pantura sebagai semi cepat. Kalau itu terjadi maka semua jalur itu elevated mungkin kita dahului elevated di kota-kota besar tetapi itu jangka panjang karena biayanya mahal seperti yang di Jakarta itu elevated semua," ujarnya.
Untuk itu, ia berharap dukungan Komisi V DPR RI mengenai upaya memperbaiki jalur lintas kereta api maupun sinyal. "Laporan ini juga kami sampaikan ke DPR apa yang kita lakukan, karena ini berkaitan dengan penganggaran. Tahun 2024 kami akan lakukan perbaikan semua sinyal dan mengupayakan semaksimal single track menjadi double track," ujarnya.