REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia memaparkan soal krisis air hingga ekonomi biru dalam World Economic Forum (WEF) di Davos, Swiss. Disebutkan, statistik pada 2022 mencatat, Indonesia mengalami 3.544 bencana alam, 98 persen bersifat hidrometeorologi yang merenggut 3.183 nyawa dan berdampak pada 18 juta orang selama satu dekade terakhir.
Di dunia, diproyeksikan penurunan curah hujan sebesar satu sampai empat persen pada 2020-2034 akan memicu kekeringan dan konflik alokasi air. “Indonesia, sebagai negara kepulauan, berada di garis depan krisis global ini,” ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam keterangan resmi, Kamis (18/1/2024).
Dalam 10th World Water Forum yang akan diselenggarakan di Bali pada Mei 2024 mendatang, Indonesia akan membahas prioritas Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 guna meningkatkan kapasitas penyimpanan air, konservasi sumber daya air, sistem manajemen air cerdas, dan green-grey infrastructure bagi manajemen bencana air. Suharso menjelaskan, forum itu akan memberikan hasil konkret dan tindakan kolektif tentang air bagi masa depan bumi yang berkelanjutan.
Demi mencapai pembangunan berkelanjutan, kata dia, keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah atau middle income trap, dan menjadi negara berpendapatan tinggi pada 2045, Indonesia membidik pertumbuhan ekonomi enam sampai tujuh persen. Salah satunya melalui ekonomi biru.
Indonesia telah meluncurkan Peta Jalan Ekonomi Biru, mengembangkan Indeks Ekonomi Biru Indonesia, hingga menginisiasi Forum Ekonomi Biru ASEAN 2023 di Belitung serta Forum Ekonomi Biru ASEAN 2024 di Bali, pada pertengahan tahun. “Melalui upaya membangun Ekonomi Biru, Indonesia berkomitmen meningkatkan kontribusi ekonomi maritim terhadap PDB, dari 7,92 persen pada 2022 menjadi 15 persen pada 2045,” jelas dia.
Sebagai Co-Chairman Global Partnership for Effective Development Co-operation (GPEDC), Indonesia akan melaksanakan High-Level Forum on Multi-Stakeholder Partnerships GPEDC di Juli 2024. Tujuannya membahas peningkatan Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular, salah satu prioritas kebijakan luar negeri Indonesia dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024.
Pembahasan juga meliputi wirausaha, rantai pasok global, hingga perdagangan dan investasi. “pemerintah Indonesia akan mengoptimalkan momen peringatan 60 tahun UNCTAD dan keketuaan Indonesia dalam Trade Development Board 2024 untuk memperkuat kerja sama dengan UNCTAD,” kata dia.