REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Israel melakukan pembekuan dana pajak Gaza dan berencana mengirimkannya ke pihak ketiga yakni Norwegia. Berdasarkan pernyataan yang dirilis Kantor Perdana Menteri Israel, dana pajak yang semestinya dikirimkan ke Otoritas Palestina (PA) justru akan ditahan di Norwegia dan telah disetujui oleh pejabat Israel.
“Dana yang dibekukan tidak akan ditransfer ke Otoritas Palestina, tetapi akan tetap berada di tangan negara ketiga,” kata sebuah pernyataan kantor perdana menteri Israel yang dilansir dari Aljazirah pada Selasa (23/1/2023).
Kemudian, menurut pernyataan yang dirilis, uang atau imbalannya tidak akan ditransfer dalam keadaan apa pun, kecuali dengan persetujuan Menteri Keuangan Israel, bahkan melalui pihak ketiga.
Sejalan dengan kesepakatan yang dicapai pada tahun 1990an, Israel memungut pajak atas nama Palestina dan melakukan transfer bulanan ke Otoritas Palestina sambil menunggu persetujuan dari Kementerian Keuangan.
Meskipun PA digulingkan dari wilayah tersebut pada tahun 2007, tetapi banyak pegawai sektor publik di wilayah kantong tersebut tetap mempertahankan pekerjaan mereka dan terus dibayar dengan pendapatan pajak yang ditransfer.
Namun, hampir sebulan setelah serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober, pemerintah Israel memutuskan untuk menahan dana yang dialokasikan untuk Jalur Gaza. Menanggapi pemotongan uang tersebut, pihak Otoritas Palestina menolak rencana penahanan dana tersebut.
“Setiap pemotongan terhadap hak keuangan kami atau persyaratan apa pun yang diberlakukan oleh Israel yang mencegah PA membayar warga kami di Jalur Gaza, kami tolak,” kata pejabat senior PA Hussein al-Sheikh di X.
Hussein mewakili rakyat Palestina menyerukan kepada komunitas internasional untuk menghentikan perilaku Israel melakukan pembajakan dan pencurian uang rakyat Palestina dan memaksa Israel untuk mentransfer semua uang warga Palestina,
Nour Odeh, seorang analis politik yang berbasis di Ramallah di Tepi Barat yang diduduki, mengatakan Israel menggunakan pengaruhnya atas pendapatan pajak untuk “menghukum” dan “melemahkan” Otoritas Palestina.
“Ini adalah cara bagi Israel untuk menegaskan seberapa besar kendali yang dimilikinya terhadap segala hal, termasuk kemampuan Otoritas Palestina untuk berfungsi. Tidak jelas apakah Otoritas Palestina bersedia menerima persyaratan tersebut, karena akan sangat memalukan jika mengingkari janjinya untuk tidak mengambil pendapatan dengan mengurangi bagian Gaza,” katanya kepada Al Jazirah
“(Menahan pendapatan) akan berdampak besar karena mereka yang dipekerjakan oleh Otoritas Palestina tidak akan menerima gaji mereka pada saat banyak orang kelaparan akibat pengepungan dan perang Israel – orang-orang membutuhkan uang tersebut untuk bertahan hidup.”
Menteri Keamanan Nasional Israel yang berhaluan sayap kanan, Itamar Ben-Gvir, adalah satu-satunya anggota pemerintah yang menentang rencana pengiriman dana tersebut ke Norwegia. Ben-Gvir mengatakan rencana tersebut tidak menjamin bahwa uang tersebut tidak akan ditransfer ke Gaza.
"Pekan lalu mereka mulai memindahkan truk tepung dan sekarang mereka membuat keputusan yang tidak menjamin bahwa uang tersebut tidak akan sampai ke Nazi dari Gaza,” kata Ben-Gvir.
Masalah ini telah menjadi sumber perselisihan dalam kabinet perang Israel dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant menyerukan agar dana tersebut didistribusikan untuk menjaga stabilitas di Tepi Barat yang diduduki.
Genosida semakin meningkat sejak dimulainya perang di tengah penggerebekan yang hampir setiap hari dan kampanye penangkapan massal di kota-kota dan desa-desa oleh pasukan Israel. Sejak itu, menurut angka PBB, setidaknya 319 warga Palestina telah dibunuh oleh pasukan atau pemukim Israel, dan lebih dari 6.000 orang telah ditangkap.