REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom sekaligus Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence (IEI), Sunarsip, mengungkapkan kinerja properti di Indonesia selama 2023 masih dipengaruhi oleh kondisi perekonomian domestik. Selain itu, juga intervensi kebijakan dari otoritas.
"Mencermati bahwa sektor properti memberikan dampak multiplier yang besar bagi perekonomian, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) memberikan perhatian besar terhadap keberlanjutan pertumbuhan sektor properti," kata Sunarsip, Rabu (31/1/2024).
Dia menuturkan, sejak November 2023, pemerintah kembali mengeluarkan insentif fiskal berupa Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN-DTP). Hal tersebut juga pernah dilakukan pada 2021-2022.
Bahkan, menurut Sunarsip, cakupan insentifnya diperluas yaitu terhadap pembelian rumah pertama seharga sampai dengan Rp 5 miliar. Hanya saja, PPN-DTP adalah untuk nilai pembelian maksimal sebesar Rp 2 miliar per unit dan kebijakan tersebut berlaku hingga Desember 2024.
Sunarsip memperkirakan, kebijakan insentif fiskal berupa PPN-DTP yang dikombinasikan dengan kebijakan pelonggaran LTV akan efektif dalam meningkatkan kinerja sektor properti pada 2024.
"Hal ini bercermin dari pengalaman pada 2021-2022, dimana kebijakan insentif PPN-DTP terbukti meningkatkan pertumbuhan sektor ekonomi yang terkait dengan sektor properti, seperti sektor Konstruksi dan sektor Real Estate serta termasuk Konsumsi Rumah Tangga terkait Perumahan serta Investasi Bangunan," ungkap Sunarsip.
Sunarsip melihat, meskipun kinerja sektor properti global kurang baik namun hal tersebut relatif tidak berpengaruh terhadap kinerja sektor properti di Indonesia. Hal tersebut antara lain disebabkan pasar properti kita belum terkoneksi dengan pasar properti global.
"Pasar properti kita relatif masih tradisional yang belum melibatkan instrumen keuangan yang global wide. Seperti misalnya, pasar properti di Indonesia belum memanfaatkan instrumen real estate investment trusts (REITs) yang dapat diperdagangkan di pasar global," tutur Sunarsip.
Sunarsip menegaskan, relasi korporasi properti di Indonesia dengan korporasi offshore juga masih terbatas. Dengan begutu, krisis keuangan korporasi properti di luar negeri sejauh ini tidak berdampak bagi korporasi properti di Indonesia.
Meskipun begitu, Sunarsip menyebut kinerja sektor properti kita selama 2023 belum terlalu kuat. Hal tersebut terlihat dari kinerja pertumbuhan sektor ekonomi yang terkait dengan sektor properti, seperti sektor Konstruksi dan Real Estate.
Termasuk juga jika dilihat dari PDB sisi pengeluaran dimana Konsumsi Rumah Tangga untuk Perumahan serta Investasi Bangunan masih mengalami pertumbuhan terbatas selama 2023. "Kinerja sektor properti yang masih relatif terbatas tersebut juga tercermin dari pertumbuhan harga riil yang terbatas pada properti residensial maupun properti komersial," ujar Sunarsip.