Jumat 09 Feb 2024 10:14 WIB

Regulasi Hilirisasi Nikel Perlu Diperketat Agar Pencemaran Bisa Dikendalikan

Menurut Lusyani, regulasi industri smelter di Indonesia sangat lemah.

Red: Erik Purnama Putra
Sejak 2015, Indonesia punya 34 smelter nikel yang telah beroperasi.
Foto: Republika
Sejak 2015, Indonesia punya 34 smelter nikel yang telah beroperasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Nasdem Bidang Lingkungan Hidup, Lusyani Suwandi mengkritik kebijakan hilirisasi nikel yang dibanggakan pemerintahan saat ini. Dia menuding, program itu malah merusak lingkungan. 

Kerusakan lingkungan itu bukan saja karena hilirisasi tersebut mengandalkan smelter yang memakai pembakaran batu bara, melainkan juga proses pemurniannya sendiri menggunakan zat kimia beracun. Hal itu jelas mencemari udara, tanah, dan air.

"Karena itu, justru sebenarnya banyak negara melarang perusahaan smelter beroperasi di negaranya," ujar Lusyani kepada media di Jakarta dikutip Jumat (9/2/2024).

Dia mendukung agar dilakukan pengawasan ketat hilirisasi. "Pelarangan itu diwujudkan dengan memperketat regulasi guna mengendalikan pencemaran lingkungan," ucap Lusyani. 

Menurut Lusyani, regulasi industri smelter di Indonesia sangat lemah. Kelemahan itu tampak dalam hal keamanan kerja maupun pengendalian lingkungan. Dampaknya, kondisi itu banyak mengakibatkan insiden kecelakaan yang menelan korban jiwa. 

Contohnya kecelakaan kerja di smelter milik PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, belum lama ini, yang menewaskan puluhan orang. Yang menyedihkan, menurut Lusyani, pemerintah mengira kebijakan hilirisasi ini hebat dan patut dibanggakan.

"Pemerintah terkesan tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, pemerintah malah bangga dengan hilirisasi, yang sejatinya adalah 'industri kotor'," ucap caleg DPR Dapil Jakarta II.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement