Jumat 09 Feb 2024 14:48 WIB

Presiden Afrika Selatan Komitmen Dukung Perjuangan Palestina

Perjuangan Palestina didukung presiden Afrika Selatan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Muhammad Hafil
Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa (kiri) memeluk Wakil Duta Besar Palestina, Bassam Elhussiny ketika menyaksikan Mahkamah Internasional (ICJ), memutuskan tindakan darurat yang diminta oleh Afrika Selatan terhadap Israel atas perangnya di Jalur Gaza, di Johannesburg, 26 Januari 2024.
Foto: EPA-EFE/ALAISTER RUSSELL
Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa (kiri) memeluk Wakil Duta Besar Palestina, Bassam Elhussiny ketika menyaksikan Mahkamah Internasional (ICJ), memutuskan tindakan darurat yang diminta oleh Afrika Selatan terhadap Israel atas perangnya di Jalur Gaza, di Johannesburg, 26 Januari 2024.

REPUBLIKA.CO.ID,JOHANNESBURG -- Presiden Afrika Selatan (Afsel) Cyril Ramaphosa menegaskan kembali komitmen negaranya untuk membantu mengamankan gencatan senjata dalam perang di Gaza dan solusi dua negara untuk konflik di Israel dan Palestina. Hal ini ia sampaikan dalam pidato kenegaraan di hadapan parlemen di Cape Town City Hall.

"Dengan berpedoman dengan prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia dan kebebasan (Afrika Selatan mendukung perjuangan Palestina) untuk mencegah lebih banyak kematian dan kehancuran di Gaza," kata Ramaphosa seperti dikutip Aljazirah, Kamis (8/2/2024).

Baca Juga

Afsel mengajukan kasus genosida yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina di Gaza ke Mahkamah Internasional (ICJ). Bulan lalu ICJ yang juga dikenal pengadilan dunia mengeluarkan putusan yang mengatakan ICJ memiliki yurisdiksi untuk menggelar sidang kasus itu dan memerintahkan Israel mengambil semua tindakan untuk mencegah tindakan genosida.

"Kami menyambut baik keputusan Mahkamah Dunia yang memerintahkan Israel mengambil semua langkan dalam wewenangnya untuk mencegah tindakan genosida pada rakyat Palestina," kata Ramaphosa dalam pidatonya.

"Kami mengecam pembunuhan rakyat sipil pada semua pihak dan meminta semua pihak yang terlibat dalam konflik untuk menggelar proses perdamaian yang akan menghasilkan solusi dua negara," tambahnya.

Aljazirah melaporkan sejauh ini Afsel menganggap kasus di ICJ berjalan sukses. Jaringan media yang berbasis di Qatar itu menambahkan sebelumnya Ramaphosa pernah mengatakan tidak ada konflik di dunia yang tidak bisa diselesaikan melalui negosiasi. Afsel menegaskan komitmennya dalam mendukung rakyat Palestina dan menggunakan semua langkah diplomasi dan legal untuk melanjutkan perjuangan itu dan meraih gencatan senjata dan solusi dua negara.

Afsel akan menggelar pemilihan umum. Partai berkuasa African National Congress (ANC) memimpin negara itu sejak berakhirnya apartheid pada tahun 1994.

Meskipun ANC mendominasi politik Afsel selama 30 tahun terakhir tapi kesulitan di jajak pendapat tahun ini. Pengamat mengatakan untuk pertama kalinya suara ANC kurang dari 50 persen di parlemen.

Partai oposisi terbesar ketiga, Economic Freedom Fighters (EFF) juga memboikot Pidato Kenegaraan setelah pemimpin dan wakil pemimpinnya diskors dari parlemen karena menyerbu panggung selama pidato tahun lalu.

Ramaphosa, 71 tahun, menggunakan pidatonya untuk menyoroti seberapa jauh Afsel berkembang sejak berakhirnya apartheid. Dalam pidatonya itu Ramaphosa juga membahas langkah-langkah yang diambil pemerintahannya untuk mengatasi krisis energi yang berkepanjangan.

"Kami yakin yang terburuk telah berlalu dan akhir dari pemadaman listrik sudah di depan mata," katanya.

Ia juga menjanjikan ribuan lapangan kerja baru, dengan mengatakan pemerintahnya "membuat kemajuan signifikan dalam upaya menumbuhkan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan mengurangi kemiskinan".

Tanpa menyebutkan nama, Ramaphosa juga menyindir pendahulunya Jacob Zuma, 81 tahun, yang bulan lalu diberhentikan dari partai yang berkuasa setelah mendukung partai yang memisahkan diri dan mengancam akan mengambil suara dari ANC.

Menyebutkan tantangan-tantangan yang dihadapi Afrika Selatan dalam beberapa dekade terakhir, Ramaphosa mengatakan "mungkin kerusakan terbesar" pada negara ini disebabkan periode korupsi besar-besaran yang menandai pemerintahan Zuma.

"Selama satu dekade, individu-individu di tingkat tertinggi negara bersekongkol dengan individu-individu swasta untuk mengambil alih dan mengubah fungsi perusahaan-perusahaan milik negara, lembaga-lembaga penegak hukum dan lembaga-lembaga publik lainnya," katanya.

"Miliaran rand yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan rakyat Afrika Selatan dicuri," tambahnya.

Warga Afrika Selatan diperkirakan akan pergi ke tempat pemungutan suara antara bulan Mei dan Agustus tahun ini. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement