Senin 19 Feb 2024 12:17 WIB

KBRI Belum Dapat Notifikasi Soal Penangkapan Ratusan WNI di Malaysia

Operasi dilakukan di permukiman ilegal di dekat perkebunan kelapa sawit di Shah Alam.

Red: Setyanavidita livicansera
Petugas kesehatan membagikan masker kepada Warga Negara Indonesia (WNI) yang dideportasi dari Malaysia di Terminal Kedatangan Penumpang Pelabuhan Pelindo Dumai, Riau, Jumat (28/7/2023). Sebanyak 33 WNI dideportasi dari Malaysia karena melanggar undang-undang keimigrasian negara jiran tersebut dan saat ini ditempatkan di Pos Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P4MI) Kota Dumai sebelum dipulangkan ke daerah asal mereka.
Foto: ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid
Petugas kesehatan membagikan masker kepada Warga Negara Indonesia (WNI) yang dideportasi dari Malaysia di Terminal Kedatangan Penumpang Pelabuhan Pelindo Dumai, Riau, Jumat (28/7/2023). Sebanyak 33 WNI dideportasi dari Malaysia karena melanggar undang-undang keimigrasian negara jiran tersebut dan saat ini ditempatkan di Pos Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P4MI) Kota Dumai sebelum dipulangkan ke daerah asal mereka.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Luar Negeri menyatakan, Kedutaan Besar Republika Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur belum menerima notifikasi kekonsuleran mengenai penangkapan sekitar 130 WNI di Shah Alam, Malaysia. “Sekitar 130 WNI ditangkap oleh Imigrasi Malaysia dalam operasi gabungan penyerbuan Pendatang Asing Tanpa Izin (PATI) di Shah Alam, pada 18 Februari pagi,” kata Juru Bicara Kemlu RI Lalu Muhamad Iqbal melalui pesan singkat, Senin (19/2/2024).

Berdasarkan informasi dari laman media sosial Imigrasi Malaysia, 130 WNI yang ditangkap itu terdiri atas 76 laki-laki, 41 perempuan, dan 13 anak-anak, termasuk bayi yang baru berusia sembilan bulan. Iqbal memastikan bahwa segera setelah menerima notifikasi kekonsuleran, KBRI Kuala Lumpur akan memberikan bantuan kekonsuleran, termasuk upaya percepatan pemulangan bagi para WNI yang termasuk dalam kelompok rentan.

Baca Juga

Imigrasi Malaysia menyebut operasi dilakukan di permukiman ilegal di dekat perkebunan kelapa sawit di Shah Alam. Di mana mereka juga menangkap dua warga negara Bangladesh. Wakil Direktur Jenderal Imigrasi Malaysia Jafri Embok Taha mengatakan permukiman itu telah berdiri selama empat tahun terakhir dan dilengkapi dengan listrik.

“Warga negara asing ini diyakini menyewa permukiman ini dari warga lokal, yang juga menyediakan listrik. Ketua kampung di sini menyebut mereka membayar sekitar 6.000 ringgit Malaysia (sekitar Rp19,6 juta) per bulan untuk menyewa 0,6 hektare lahan,” kata Taha, seperti dilaporkan Bernama.

Dia mengatakan, sebagian warga asing yang tinggal di permukiman ilegal tersebut bekerja di bidang jasa pembersihan, restoran, dan konstruksi. Mereka semua disebut tidak memiliki dokumen perjalanan yang sah dan telah melebihi izin tinggal di Malaysia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement