REPUBLIKA.CO.ID, MILAN -- Pietro De Luca tinggal di pusat keuangan dan tata busana dunia, Milan, Italia. Tapi ia kerap pindah ke kota yang lebih bersih bersama istri dan tiga anaknya untuk menghindari polusi udara dan resiko kesehatan yang diakibatkannya.
"Ini bau! Saya selalu mencium bau asap, saya batuk, saya merasa tenggorokan saya terbakar," kata De Luca yang tinggal di apartemen dua lantai di distri Citta Studi di Milan, Selasa (20/2/2024).
Berdasarkan data Badan Pemantauan Atmosfer Uni Eropa atau Copernicus Atmosphere Monitoring Service tingkat polusi partikel kecil dan polusi lainnya di Milan salah satu yang tertinggi di Eropa. Data serupa juga ditunjukkan organisasi lingkungan Italia, Legambiente bulan ini.
Beberapa warga mengenakan masker di luar ruangan untuk mengurangi paparan udara kotor. Roberto Lorenzetti sebelumnya merupakan warga Milan, ia mengatakan dapat bernapas lebih baik setelah meninggalkan kota itu.
Ia mendapat kesempatan untuk bekerja jarak jauh selama pandemi Covid-19. Ia kemudian dipindahkan ke Pulau Sardinia. "Di Milan anda harus mencoba dan bertahan di rawa ini selama lima hari dalam satu pekan dan anda akan keluar pada akhir pekan untuk menghirup udara segar," katanya.
Milan dan kota-kota sekitarnya di wilayah Lombardy yang makmur, merespons tingginya polusi udara ini dengan untuk membatasi penggunaan mobil pada jam-jam utama. Mobil dianggap sebagai penghasil polusi terbesar di kota itu.
Milan, kota berpenduduk lebih dari satu juta orang, terletak di Lembah Po yang padat penduduk dan menampung hampir sepertiga populasi Italia. Lembah berpenduduk 17 juta jiwa ini merupakan salah satu daerah paling tercemar di Eropa.
Pada 2020 lalu Pengadilan Uni Eropa menyatakan Italia melanggar peraturan udara bersih Uni Eropa. Profesor Ekonomi Lingkungan dan Perubahan Iklim di Universitas Bocconi, Valentina Bosetti mengatakan, masalahnya disebabkan aktivitas pertanian dan industri di lembah yang padat penduduk itu. Lalu diperparah kondisi geografisnya yang memerangkap udara.
Legambiente mengatakan tahun lalu Milan melanggar tingkat polutan udara PM 2.5, PM 10 dan nitrogen dioksida (NO2) yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia. Ini merupakan masalah lama Milan dan anggota dewan daerah Lombardy bidang lingkungan hidup Giorgio Maione mengatakan ada kemajuan yang dicapai.
Ia mengatakan dalam dua dekade terakhir ada penurunan konsentrasi PM10 sebesar 39 persen dan NO2 sebesar 45 persen. Namun, anggota dewan lingkungan Milan, Elena Eva Maria Grandi, mengatakan tingkat polusi masih sangat tinggi, dan meminta kerja sama yang lebih erat antara pemerintah kota dan daerah untuk mengevaluasi langkah-langkah darurat bagi kota yang akan menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Dingin pada tahun 2026. "Kami sangat khawatir, ini terbukti," katanya.