Jumat 23 Feb 2024 06:33 WIB

Biaya Naik, Badan Pangan Akui Harga Beras Sulit Kembali Seperti Tiga Tahun Lalu

Pemerintah saat ini sedang menyiapkan penyerapan produksi beras nasional.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ahmad Fikri Noor
Pekerja menata beras di Gudang Bulog Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis (22/2/2024).
Foto: ANTARA FOTO/Budi Candra Setya
Pekerja menata beras di Gudang Bulog Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis (22/2/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency Arief Prasetyo Adi menyebut biaya variabel produksi beras terus mengalami kenaikan. Kondisi ini membuat harga beras yang kini mengalami kenaikan sulit turun dan kembali seperti 2-3 tahun lalu, meski produksi beras meningkat setelah panen mendatang.

"Ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Lihat saja harga beras di luar negeri sudah menyentuh 650-670 dolar AS per metrik ton. Jadi agak sulit untuk mengatakan harga beras nanti akan turun seperti 2-3 tahun lalu," ujar Arief dikutip dari siaran persnya, Jumat (23/2/2024).

Baca Juga

Ia menjabarkan, variabel cost beras yang mengalami kenaikan mulai dari harga pupuk, biaya tenaga kerja harian, bahan bakar minyak (BBM), dan produksi lainnya. Kendati begitu, ia menilai hal terpenting saat ini adalah memastikan ketersediaan stok beras nasional aman.

Hal ini karena produksi beras yang menurun sebagai dampak El Nino membuat masa tanam mundur. Sehingga membuat permintaan dan ketersediaan menjadi tidak seimbang.

"Tapi yang terpenting adalah ketersediaan stok secured terlebih dahulu," katanya.

Oleh karena itu, pemerintah saat ini sedang menyiapkan penyerapan produksi beras nasional dalam menyambut panen padi mendatang. Proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pada Maret mendatang produksi beras dapat mencapai 3,51 juta ton dengan luas panen 1,15 juta hektare.

"Sekarang fokus kita dalam menghadapi panen nanti adalah bagaimana tetap menjaga harga di tingkat petani agar tidak jatuh. Harga beras hari ini tentu karena NTPP (Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan) saat ini sangat baik, di angka 116,16," ujarnya.

Menurutnya, saat produksi naik setelah panen, pemerintah akan menjaga harga di petani tidak sampai jatuh terlalu dalam. Namun di sisi lain, masyarakat bisa membeli beras dengan harga yang tetap terjangkau.

"Ini merupakan tugas NFA dalam menjaga keseimbangan dari hulu sampai hilir, di mana petani senang dan semangat menanam, lalu penggiling dapat pasokan GKP (Gabah Kering Panen) serta masyarakat juga bisa membeli beras dengan harga baik," ujarnya.

Saat ini, pemerintah diketahui memiliki sejumlah program di tengah kenaikan harga beras mulai dari bantuan pangan beras ke 22 juta keluarga penerima manfaat, kemudian ada juga penyaluran beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Beras (SPHP) ke tingkat konsumen yang sampai 17 Februari telah mencapai 264 ribu ton dalam dua bulan ini. 

Kemudian, ada juga program Gerakan Pangan Murah (GPM) di berbagai daerah yang selama Januari telah terlaksana sebanyak 429 kali di seluruh provinsi dan kabupaten/kota. Di Februari ini, GPM ditargetkan sebanyak 315 kali dan akan terus diperbanyak sesuai kolaborasi bersama pemerintah daerah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement