REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Media sosial tidak bisa dipungkiri memberikan pengaruh besar terhadap anak dan remaja saat ini. Di AS, pemerintah Kota New York bahkan menggugat perusahaan media sosial karena dianggap berkontribusi terhadap 'krisis kesehatan mental remaja'.
Perusahaan yang didugat, antara lain, SnapChat, Instagram, YouTube hingga TikTok. Dalam gugatan disebutkan bahwa platform media sosial telah banyak memaparkan konten berbahaya tanpa henti kepada anak dan remaja.
Menurut Vera Itabiliana Hadiwidjojo, Psikolog, pengaruh media sosial memang perlu diingatkan kepada anak atas dampak-dampak yang ditimbulkan. Hal ini baik secara langsung maupun tidak langsung dari penggunaan media sosial, terutama oleh anak-anak.
"Jadi diharapkan mereka dapat terus meningkatkan safety feature," kata Vera melalui pesan elektronik, Jumat (23/2/2024).
Pihak media sosial didorong untuk lebih meningkatkan fasilitas perlindungan anak dan remaja. Meski demikian, peran orang tua tetap penting untuk memantau anak.
"Memang tanggung jawab utama untuk perlindungan anak ada di ortu, tapi ortu juga perlu dibantu apalagi dengan kepesatan kemajuan teknologi digital yang juga diiring dengan kecanggihan cara-cara pelaku kejahatan di dalamnya," lanjutnya.
Selain itu, ada fenomena di mana anak dianggap cenderung lebih mendengarkan influencer ketimbang orang ahli, misalnya seperti guru besar, akademisi. Vera mengatakan remaja cenderung mengikuti figur yang terlihat keren, sensasional dan terlihat dekat dengan dunia remaja.
Para influencer bisa bicara dengan gaya remaja sekarang, mengangkat isu-isu yang dekat dengan remaja. Hal itu seperti sesuatu berbau tren terkini, Kpop dan lainnya.
Oleh sebab itu, para pemengaruh atau seebriti bisa menarik di mata mereka. Influencer juga memanfaatkan media sosial, di mana tentu banyak remaja menggunakannya. "Media sosial yang memang adalah dunia di mana remaja juga hidup di dalamnya," kata dia.