Senin 26 Feb 2024 21:07 WIB

Kepala BKKBN: Remaja adalah Penentu Kualitas SDM dan Bonus Demografi

Target WHO angka stunting di bawah 20 persen.

Penabuh gamelan anak-anak mengiringi pertunjukan wayang kulit saat acara Wayang Berbicara IKM Berdaya di Sentra IKM Kreatif Semanggi Harmoni, Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (7/11/2023). Sebanyak 20 dalang remaja dan anak-anak tampil secara bergantian selama dua hari untuk memperingati Hari Wayang Nasional. Namun, yang unik beberapa dalang tampil secara berdua dengan membawakan lakon yang sama. Gamelan yang mengiringi juga dimainkan oleh anak-anak dan remaja.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Penabuh gamelan anak-anak mengiringi pertunjukan wayang kulit saat acara Wayang Berbicara IKM Berdaya di Sentra IKM Kreatif Semanggi Harmoni, Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (7/11/2023). Sebanyak 20 dalang remaja dan anak-anak tampil secara bergantian selama dua hari untuk memperingati Hari Wayang Nasional. Namun, yang unik beberapa dalang tampil secara berdua dengan membawakan lakon yang sama. Gamelan yang mengiringi juga dimainkan oleh anak-anak dan remaja.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo mengatakan bahwa remaja adalah penentu kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia ke depan, yang juga berpengaruh pada bonus demografi.

"Stunting ditentukan oleh adolescent (remaja), karena yang hamil dan melahirkan anak-anak stunting adalah yang sekarang masih usia produktif, jadi sekali lagi, adolescent itu penentu kualitas SDM ke depan, juga penentu bonus demografi," kata Hasto dalam keterangannya di Jakarta, Senin (26/2/2024).

Baca Juga

Hasto menyampaikan hal tersebut dalam seminar nasional kolaborasi Persatuan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) dan BKKBN dengan topik "Rencana Strategis Nasional dalam Pencegahan Stunting untuk Mewujudkan Generasi Emas 2045", yang diselenggarakan pada Sabtu (24/2).

Hasto menegaskan BKKBN dan PKBI mempunyai misi yang sama dalam membangun sumber daya manusia berkualitas, dan dalam menyongsong periode akhir pembangunan berkelanjutan atau SDGs pada tahun 2030, semua pihak harus berkolaborasi untuk mewujudkan tugas mulia terkait pembangunan kualitas SDM.

"Kalau beberapa waktu lalu Bapak Presiden Jokowi sudah menggelorakan revolusi mental, itu menjadi sesuatu hal yang penting untuk saat ini, sehingga dalam menyambut 2030, akhir dari SDGs, ada pekerjaan besar dan menjadi suatu tekanan yang harus kita ubah dalam menyikapi kualitas SDM kita," tuturnya.

Menurutnya, ada beberapa tantangan yang dihadapi Indonesia dalam konteks pembangunan SDM. Pertama, yakni bonus demografi, apakah akan menjadi berkah atau bencana. Kedua, kualitas SDM yang baik, dan ketiga, bagaimana keluarga harus berkualitas, dan bagaimana program keluarga berencana (KB) harus mampu mewujudkan keluarga berkualitas.

Ia mengutarakan target 14 persen untuk penurunan stunting merepresentasikan bahwa bangsa ini harus bisa mewujudkan kualitas SDM sebaik-baiknya, dengan semangat yang melampaui batas standar dari Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO terkait rekomendasi angka stunting global.

"Target WHO angka stunting di bawah 20 persen, tetapi Presiden punya semangat tinggi bersama kita untuk bisa melebihi target WHO, yakni 14 persen di 2024," ujarnya.

Untuk itu, ia menekankan pentingnya peran strategis PKBI dan BKKBN, mengingat fondasi utama pembangunan SDM ada pada keluarga, sehingga tercapainya kemajuan bangsa bertumpu pada perhatian yang kuat terhadap program-program yang berkaitan dengan pembangunan keluarga.

Hasto juga menyoroti meningkatnya perilaku-perilaku yang mengarah kepada gangguan mental dan emosional maupun autisme, yang 5,1 persen di antaranya diakibatkan oleh pengaruh narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), juga meningkatnya orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), serta berbagai permasalahan mental lainnya.

"Toxic people kalau kata anak remaja kita. Jadi, orang toksik berteman dengan orang toksik, atau mungkin orang toksik berteman dengan orang waras, akhirnya konflik menjadi toksik. Walaupun ia tidak stunting, kalau toksik, ia menjadi orang yang error, ini repot," paparnya.

Ia mengkhawatirkan kejadian tersebut karena proses positif pembangunan keluarga akan terkena dampaknya.

"Kita sepakat, PKBI dan BKKBN akan membimbing keluarga menuju keluarga berkualitas, keluarga yang tenteram, mandiri dan bahagia, dan tentu di dalamnya mesti ada faktor kesehatan reproduksi yang juga harus menjadi perhatian bersama," ucapnya.

sumber : ANTARA
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement