REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK– Kolumnis the New York Times (NYT), Thomas Friedman, menyoroti bahwa "Israel" kalah dalam tiga front. Dalam tulisannya pada Selasa (27/2/2024), ia menyatakan bahwa negara penjajah itu telah kehilangan narasi global bahwa mereka terlibat dalam perang yang adil.
“Mereka tidak memiliki rencana untuk keluar dari Gaza, sehingga pada akhirnya akan tenggelam ke dalam lumpur isap di sana dengan pendudukan permanen yang pasti akan terjadi, mempersulit hubungan dengan semua sekutu dan teman-teman Arab-nya di seluruh dunia.”
Patut dicatat, NYT yang merupakan media terkemuka AS kerap dituduh bias dalam mendukung Israel. Sejak serangan ke Gaza pada 7 Oktober, kantor pusat media itu berulang kali disambangi pengunjuk rasa pro-Palestina.
Friedman menjelaskan bahwa “Israel” juga kalah secara regional dari Hizbullah di Lebanon, Suriah, Irak, dan Yaman. Petempur dari wilayah-wilayah itu menekan perbatasan utara, selatan, dan timur wilayah Israel.
Menurutnya, satu-satunya solusi bagi “Israel” adalah “solusi dua negara”, yang ia yakini akan memperkuat hubungan Israel dengan sekutu Arabnya.
Namun, ia memperingatkan bahwa jika “Israel” gagal menemukan solusinya, maka akan “membahayakan diplomasi selama puluhan tahun untuk membuat dunia mengakui hak orang-orang Yahudi atas penentuan nasib sendiri dan pertahanan diri di tanah air bersejarah mereka.”
"Saya melihat semakin cepat terkikisnya posisi Israel di antara negara-negara sahabat – tingkat penerimaan dan legitimasi yang dengan susah payah dibangun selama beberapa dekade," kata Friedman dalam pesannya kepada Presiden AS Joe Biden dan rakyat Israel. Ia memperingatkan bahwa jika Jika Biden tidak hati-hati, posisi global Amerika akan anjlok bersamaan dengan posisi Israel.
Dia menambahkan, “Saya kira Israel atau pemerintahan Biden tidak sepenuhnya menyadari kemarahan yang meningkat di seluruh dunia, yang dipicu oleh media sosial dan tayangan televisi, atas pembunuhan ribuan warga sipil Palestina, terutama anak-anak, oleh pasokan senjata AS."
Friedman menyoroti bahwa setiap hari ada seruan baru untuk melarang "Israel" mengikuti kompetisi atau acara akademik, pagelaran seni, dan atletik internasional. Meski begitu, banyak sekutu Israel yang kini berdoa untuk gencatan senjata agar tidak diserukan oleh rakyat dan pemilih mereka atas dukungan mereka terhadap “Israel” di tengah agresi yang sedang berlangsung di Gaza, yang telah merenggut nyawa ribuan orang.
Dia mengakhiri laporannya dengan menyatakan simpati atas "dilema strategis yang dihadapi Israel pada 7 Oktober". Dia mencatat bahwa ketika jumlah syuhada Palestina meningkat, operasi tersebut tampak seperti penggiling daging manusia, dengan tujuan nyata untuk mengurangi populasi guna memudahkan kontrol atas Jalur Gaza oleh “Israel”.