Jumat 01 Mar 2024 00:10 WIB

Mengutip Yesus, Menlu Rusia Menyeru Hamas-Fatah Bersatu

Persatuan Palestina, tak tergantung pada siapapun melainkan pada rakyat Palestina.

Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) dan Menlu Rusia Sergei Lavrov.
Foto: AP
Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) dan Menlu Rusia Sergei Lavrov.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW --  Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mendesak dibentuknya pemerintahan bersatu Palestina. Ia mendorong faksi-faksi yang kini berkumpul di Moskow mengesampingkan perbedaan di antara mereka lalu bersatu demi nasib rakyat Palestina. 

Paling tidak, dalam pembicaraan yang berlangsung Kamis (29/2/2024) faksi-faksi Palestina diwakili Hamas dan Fatah, beberapa hari setelah Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mundur dari jabatannya. 

Baca Juga

Berbicara kepada delegasi Palestina, Lavrov menyatakan, Moskow sudah lama mendorong pembicaraan langsung antara Israel dan Otoritas Palestina. Sayangnya, kata dia, di luar kendali Rusia, perundingan itu akhirnya tak terlaksana.  

Apa penyebabnya? ‘’Salah satu penyebab tertunda dan penjadwalan ulang perundingan adalah kurang persatuan di antara Palestina sendiri. Rasa skeptis sering dilontarkan karena tak mungkin berunding ketika seseorang tak tahu siapa yang berbicara untuk Palestina,’’ katanya. 

Lavrov melanjutkan,’’Yesus Kristus lahir di Palestina. Ia berfirman ’Sebuah rumah yang di dalamnya terpecah belah tak akan bisa berdiri.’ Kristus, dihormati baik Muslim maupun Kristen. Saya pikir kutipan itu mencermin tantangan untuk mengembalikan persatuan Palestina.’’

Persatuan Palestina, tegas dia, tak tergantung pada siapapun melainkan pada rakyat Palestina sendiri. Ia menambahkan, Kementerian Luar Negeri Rusia dan pakar Timur Tengah dari Rusia siap membantu delegasi dari Palestina itu. 

Menlu Palestina Riyad al-Maliki pesimistis muncul keajaiban membahas soal pemerintahan bersatu dan pembangunan Gaza dalam pertemuan di Moskow, Rusia. Rencananya, pertemuan yang diikuti Gamas dan Fatah, berlangsung Kamis (29/2/2024) waktu setempat. 

Pertemuan ini berlangsung setelah Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh dan pemerintahan menyampaikan surat pengunduran diri kepada Presiden Mahmud Abbas, Senin (26/2/2024). Maliki berharap ada hasil yang baik dalam pertemuan di Moskow. 

Ada rasa saling memahami di antara faksi soal perlunya mendukung pemerintahan teknokratik Shtayyeh. ‘’Tentu saja, kami tak bisa berharap ada keajaiban muncul hanya dalam satu pertemuan di Moskow,’’ katanya di Jenewa, Swiss, Rabu (28/2/2024). 

Maka ia berharap ada serangkaian pertemuan berikutnya setelah pertemuan di Moskow. Menurut dia, perombakan pemerintahan untuk meraih dukungan lebih luasnya peran Otoritas Palestina menyusul perang Israel melawan Hamas di Gaza. 

Langkah ini, kata dia, juga untuk mencegah mitra-mitra internasional menyatakan Otoritas Palestina tak berkolaborasi. Ia yakin Hamas mengerti mengapa mereka tak seharusnya menjadi bagian dalam pemerintahan baru di Palestina. 

Pemerintahan teknokratik diperlukan tanpa Hamas.’’Ini bukan saatnya bagi pemerintahan koalisi nasional, di mana Hamas bagian dari pemerintahan. Sebab jika Hamas masuk akan diboikot sejumlah negara seperti kejadian sebelumnya,’’ katanya seperti dilansir Arab News. 

Menurut Maliki, Palestina tak ingin berada dalam situasi seperti itu.’’Kami ingin diterima dan sepenuhnya berhubungan dengan komunitas internasional,’’ jelasnya. 

 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement