REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Jepang mengkaji keputusannya terkait penangguhan pendanaan bagi badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA). Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri Yoko Kamikawa pada Senin (18/3/2024).
"Anda menyebut beberapa negara telah kembali mendanai UNRWA dan saya memahami setiap negara memiliki situasi dan pertimbangannya masing-masing," kata Kamikawa kepada wartawan di Markas Besar PBB di New York, AS.
“Jepang juga sedang mendiskusikan dan meninjau tanggapan kami terhadap situasi yang sangat mendesak ini," ujarnya menambahkan.
Menurut Kamikawa, Jepang memiliki pemahaman mendalam mengenai apa yang terjadi di Jalur Gaza.
“Jepang untuk sementara menghentikan pendanaannya untuk UNRWA. Namun, kami menyediakan bantuan termasuk makanan, obat-obatan dan kebutuhan hidup lainnya melalui organisasi internasional lainnya sehingga barang-barang tersebut dapat sampai ke tangan masyarakat di Gaza,” kata dia.
Dia kemudian menyebut bahwa bantuan kemanusiaan senilai 32 juta dolar AS (sekitar Rp 503,3 miliar) dalam proses untuk disalurkan kepada warga Gaza.
Sehubungan dengan dimulainya kembali pendanaan untuk UNRWA, Kamikawa mengatakan Jepang telah melakukan komunikasi yang erat dengan PBB, UNRWA, dan negara-negara terkait lainnya melalui berbagai saluran.
“Kami bertukar pandangan dan pendapat, dan pada saat yang sama, PBB sedang melakukan penyelidikan bersama dengan pihak ketiga, dan proses verifikasi sedang berlangsung,” katanya.
Jepang, ujar Kamikawa, juga masih menunggu laporan sementara mengenai hasil penyelidikan terhadap UNRWA tersebut.
“Kami berharap situasi di Gaza akan membaik secepatnya, dan kami ingin menanggapi krisis kemanusiaan ini secepatnya,” tuturnya.
Sebelumnya, Israel menuduh beberapa staf UNRWA di Gaza ikut serta dalam serangan lintas batas yang dilancarkan kelompok pejuang Palestina, Hamas, pada 7 Oktober tahun lalu.
Dipicu tuduhan tersebut, sejumlah negara memutuskan untuk menangguhkan pendanaan bagi badan PBB yang didirikan pada 1949 untuk membantu pengungsi Palestina di Timur Tengah.
UNRWA sendiri menyatakan telah memutus kontrak dengan para staf yang terlibat, menyusul tuduhan Israel.