REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penanganan sampah dan tanggung jawab produsen menjadi perhatian serius bagi Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin). Hal tersebut mengingat saat ini Indonesia berada dalam tahap darurat sampah.
"Sebagai upaya pengurangan sampah dibutuhkan kontribusi dari berbagai pihak, termasuk produsen," kata Ketua Umum Aspadin, Rachmat Hidayat di Jakarta, seperti dikutip pada Kamis (21/3/2024).
Hal tersebut disampaikan dalam Seminar Diseminasi Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen, yang masih dalam suasana memperingati Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN 2024).
Dalam kegiatan itu, Aspadin memperdalam pemahaman para anggota tentang roadmap pengurangan sampah. Serta bagaimana rencana peta jalan pengurangan sampah oleh produsen ini dapat diimplementasi. Termasuk apa saja pertimbangan dan tantangan yang dihadapi oleh industri AMDK dan industri makanan-minuman lainnya.
Rachmat mengatakan, produsen memiliki tanggung jawab untuk membantu memenuhi target pengurangan sampah pemerintah sebagai bagian menjaga kelestarian lingkungan. Karena pengurangan sampah tidak bisa dilakukan oleh pemerintah saja namun membutuhkan kontribusi dari berbagai pihak, termasuk produsen.
"Acara ini merupakan salah satu upaya kami dari asosiasi dan pelaku usaha untuk membantu pemerintah," katanya.
Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019 dilaksanakan untuk mencapai target pengurangan sampah oleh produsen sebesar 30 persen dibandingkan jumlah timbulan sampah di tahun 2029. Peraturan ditujukan kepada pelaku usaha dari 3 sektor, yaitu manufaktur, ritel dan jasa serta makanan dan minuman.
"Semoga dengan terlaksananya acara ini, kita semua dapat lebih memahami isi dari Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019 baik itu kewajiban perusahaan termasuk didalamnya inisiatif pengelolaan sisa kemasan dan pelaporan peta jalan pengurangan sampah oleh produsen," katanya.
Direktur Pengurangan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Vinda Damayanti Ansjar mengatakan bahwa penerapan sustainability bisnis di Indonesia saat ini mengalami pertumbuhan. Hal ini dikarenakan praktik bisnis berkelanjutan bukan lagi pilihan melainkan kebutuhan masa kini dan masa depan.
"Bisnis berkelanjutan pada prinsipnya adalah menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dengan kesejahteraan sosial dan lingkungan hidup," katanya.
Dia mengingatkan bahwa Indonesia saat ini berada dalam fase darurat sampah. Data KLHK tahun 2023 mencatat bahwa timbunan sampah di Indonesia telah mencapai 36 juta ton, dimana 36 persen masih belum bisa dikelola. Dari jumlah itu, sampah plastik berkontribusi 18,1 persen dan karton 11,3 persen.
"Kita berada dalam keadaan darurat sampah sehingga harus melakukan upaya ekstra yang melahirkan solusi," katanya.
Dia melanjutkan, Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019 ini menjadi kerangka hukum dalam circular economy pengolahan sampah. Dengan melaksanakan Permen maka perusahaan dapat memberikan kontribusi sekaligus menghemat emisi karbon dan menangani dampak polusi limbah plastik.
Pemerintah masih membutuhkan peran serta produsen untuk menyusun peta jalan pengurangan sampah agar target pengurangan sampah bisa tercapai. Saat ini dunia mengalami pencemaran plastik yang bersifat lintas batas dan negara.
"Kami mengapresiasi Aspadin yang telah menjadi bagian dalam pengurangan peta jalan sampah," katanya.
Kasubdit Tata Laksana Produsen Direktorat Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ujang Solihin Sidik mengingatkan kewajiban produsen dalam mengelola sampah yang berasal dari hasil produk mereka. Saat dunia tengah menghadapi tiga krisis yakni ancaman kehilangan keanekaragaman hayati, perubahan iklim dan polusi, termasuk yang dihasilkan plastik.
Salah satu yang menjadi perhatian pemerintah adalah keberadaan kemasan AMDK di bawah 1 liter. Namun, Ujang memastikan bahwa permen tersebut tidak memuat klausul terkait pelarangan peredaran kemasan AMDK di bawah 1 liter.
Dia melanjutkan, keberadaan kemasan tersebut tidak dihilangkan mengingat kemasan tersebut lebih efektif bagi masyarakat untuk dikonsumsi. Dia melanjutkan, publik juga tidak mungkin membawa AMDK di atas 1 liter.
"Orang, dia tidak bisa juga bawa 1 liter, lebih mungkin 600 mililiter itu yang yang selama ini yang optimum untuk kontek konsumsi. Di dalam konteks daur ulang ya itu dua hal yang berbeda,” katanya.
Namun, dia melanjutkan, tentu harus ada penyelarasan antara konteks daur ulang dan konsumsi dalam hal kemasan pangan di masa depan. Dia menambahkan, saat ini pemerintah fokus pada tingkat daur ulang di kemasan pangan yang besar terlebih dahulu.
Ujang melanjutkan, kabar baiknya, mayoritas anggota Aspadin menggunakan kemasan AMDK guna ulang. Dia menilai pemakaian galon guna ulang dapat mengurangi jumlah sampah secara signifikan karena kemasan yang bisa dipakai berulang kali.
“Galon guna ulang itu tidak langsung menjadi sampah, tapi ditarik kembali, dibersihkan sampai murni dan layak, diisi lagi dan didistribusikan kembali. Galon itu dari awal sudah dirancang di daur ulang. Galon guna ulang ini betul-betul bisa mengurangi sampah,” katanya.
Pemerintah mengaku siap membantu anggota Aspadin dalam menyusun peta jalan pengurangan sampah sesuai dengan Permen Nomor 75 Tahun 2019. Secara khusus, Ujang Solihin mengapresiasi Aspadin dan juga industri AMDK lainnya yang sudah melakukan sosialisasi kegiatan pemilahan sampah kepada pelajar dan masyarakat.
Kegiatan diseminasi ini diikuti oleh pengurus dan anggota Aspadin, perwakilan Hippindo, perwakilan GAPMMI, perwakilan IPRO, dan akademisi dari PUSKA SSUD UPN Veteran Jakarta secara luring dan daring. Peserta terlihat antusias menyimak materi yang diberikan KLHK terkait pentingnya peta jalan pengurangan sampah.
Sesi diskusi yang diadakan dalam kegiatan ini juga berlangsung interaktif menyusul pertanyaan yang dilontarkan peserta kepada KLHK. Pada akhirnya kegiatan ini memberikan pemahaman lebih kepada seluruh anggota akan pentingnya pengelolaan limbah.