REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Bidang Ketenagakerjaan DPN Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azam mengatakan Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang ekspansif dalam 30 bulan terakhir menandakan industrialisasi terus berjalan.
"Pelaku industri sangat memandang positif capaian gemilang PMI manufaktur Indonesia selama 30 bulan berturut yang juga berdampak kepada pertumbuhan ekonomi nasional," kata Bob di Jakarta, Senin (25/3/2024).
Berdasarkan data dari S&P Global, PMI sektor manufaktur Indonesia terus berada dalam fase ekspansif pada Februari 2024 yaitu berada di angka 52,7. Angka PMI yang terus berada pada lingkup ekspansif ini merupakan refleksi dari pertumbuhan produksi domestik bruto atau PDB Indonesia yang juga tumbuh secara positif.
Bob menuturkan, capaian positif ini perlu disyukuri karena sektor industri nasional telah benar-benar pulih dari Covid-19. PMI Manufaktur Indonesia pada Februari 2024 mampu melampaui PMI Manufaktur berbagai negara maju lainnya yaitu China (50,9), Jerman (42,3), Jepang (47,2), Inggris (47,1), Amerika Serikat (51,5), Malaysia (49,5), Myanmar (46,7), Filipina (51,0), Taiwan (48,6), Thailand (45,3), dan Vietnam (50,4).
Ia menilai capaian gemilang PMI manufaktur ini harus harus diikuti oleh langkah strategis pemerintah melalui berbagai kebijakan yang pro terhadap pertumbuhan sektor industri.
"Industri itu kan tidak bekerja sendiri, pasti dipengaruhi oleh kebijakan lainnya seperti perdagangan dan keuangan, dan yang paling penting adakah indikator ketenagakerjaan,” ujar dia.
Menurut Bob, kebijakan di sektor lain seperti pajak, kemudahan perdagangan, arus barang, dan lainnya merupakan salah satu faktor yang sangat pertumbuhan sektor riil di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah harus serius mengeluarkan kebijakan yang pro terhadap sektor industri nasional.
"Misalkan kita ingin produksi, tapi beberapa bahan baku impor sulit didapat, itu juga akan menghambat untuk tercipta sektor riilnya," ujarnya.
PMI yang ekspansif, kata Bob, perlu untuk dikonversi dalam aksi nyata dengan dukungan lintas sektor sehingga kebijakan dapat berjalan dengan efektif dan tepat sasaran.
"Kemenperin itu harus dibantu oleh kementerian lain seperti Kemendag dan Kemenkeu. Termasuk juga menyangkut arus barang. Dan juga kita sekarang dihadapkan dengan biaya logistik yang tinggi akibat konflik di berbagai negara. PMI ini menjadi satu modal positif, di tengah tantangan baik di dalam maupun luar negeri," katanya.