Rabu 03 Apr 2024 15:47 WIB

Kejagung Bisa Sita Keuntungan Money Loundry dari Tersangka Kasus Timah

Angka Rp 271 triliun dimasukkan ke dalam kerugian perekonomian negara.

Rep: Ali Mansur/ Red: Erik Purnama Putra
Pengusaha Harvey Moeis selaku tersangka kasus timah ilegal mengenakan rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (27/3/2024).
Foto: Dok Republika
Pengusaha Harvey Moeis selaku tersangka kasus timah ilegal mengenakan rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (27/3/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) turut menyoroti kasus dugaan korupsi penambangan timah di lokasi izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk yang merugikan negara hingga ratusan triliun. Jatam menyebut, Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menangani kasus tersebut dapat melakukan tindakan penyitaan terhadap aset milik para tersangka.

"Iya bisa disita dengan catatan bahwa memang orang-orang ini ada bukti kuat, kejaksaan punya bukti kuat kalau memang orang-orang ini terkait dengan korupsi yang dituduhkan dan ada korupsinya untuk perampasan aset itu," kata Kepala Divisi Hukum Jatam, Muhammad Jamil saat dihubungi di Jakarta, Rabu (3/4/2024).

Selain melakukan bisa melakukan penyitaan aset, kata Jamil, Kejagung juga dapat menyita keuntungan dari hasil usaha money laundry atau pencucian uang yang dilakukan para tersangka. Namun, sambung dia, dengan catatan ada bukti kuat dugaan korupsi dan sudah ada petunjuk sampai pada tindak pidana pencucian uang atau TPPU. 

"Maka tidak hanya sampai pada perampasan aset yang boleh dilakukan bahkan yang dapat dilakukan itu juga adalah perampasan harta kekayaan dari perampasan keuntungan misal uang didapat dilakukan money laundry dibikin usaha ternyata untung, keuntungannya juga dapat disita pernyataan keuntungan," jelas Jamil. 

Dalam kasus penambangan timah ilegal, Kejagung menaksir kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 271 triliun. Namun angka tersebut masih sementara dan diyakini bakal lebih besar. Karena tim penyidikan Kejagung bersama Badan Pengawas Keuangan dan Pembanguanan (BPKP) belum merampungkan penghitungan kerugian keuangan negara terkait kasus tersebut.

Menurut Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Kuntadi, besaran kerugian negara dari kerusakan lingkungan dan ekologi dampak aktivitas penambangan timah ilegal sepanjang 2015-2023 di Provinsi Bangka Belitung, saat ini masih menjadi objek penyidikan. Angka Rp 271 triliun dimasukkan ke dalam kerugian perekonomian negara saat penuntutan terhadap para tersangka nantinya. 

"Ya itu (Rp 271 triliun) adalah kerugian dari dampak kerusakan lingkungan dari praktik pengelolaan (penambangan) timah ilegal di lokasi (IUP) milik PT Timah Tbk itu," ucap Kuntadi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement