REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara, Margarito Kamis tidak setuju dengan anggapan bahwa pengangkatan ratusan penjabat (pj) kepala daerah oleh Presiden Jokowi bertujuan untuk memenangkan pasangan capres-cawapres Prabowo-Gibran. Anggapan tersebut diketahui merupakan salah satu dalil Ganjar-Mahfud dalam berkas gugatannya.
"Bagaimana caranya memenangkan kedua orang itu dengan cara mengangkat penjabat gubernur terus Pak Prabowo dan Pak Gibran menang, bagaimana caranya?" kata Margarito yang berbicara sebagai ahli pihak Prabowo-Gibran dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (4/4/2024).
Menurut dia, pengangkatan pj kepala daerah dilakukan untuk mencegah kosongnya kursi pemimpin daerah. Hal itu merupakan perintah undang-undang.
Margarito menguatkan argumentasinya dengan menjadikan hasil Pilpres 2024 di Aceh dan Sumatera Barat sebagai contoh. Di dua provinsi tersebut, raihan suara Prabowo-Gibran kalah dibanding pasangan lainnya.
"Di Aceh dan Sumatera Barat ... kalah itu Pak Prabowo dan Pak Gibran. Apa karena di Sumatera Barat tidak ada penjabat? (Padahal) ada, malah mereka bilang lebih banyak lagi," ujarnya.
Sebagai gambaran, kubu Ganjar-Mahfud menuntut MK memerintahkan KPU melaksanakan pemungutan suara ulang Pilpres 2024 tanpa melibatkan Prabowo-Gibran.
Petitum itu diajukan karena mereka yakin bahwa pelaksanaan Pilpres 2024 diwarnai pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dilakukan Presiden Jokowi. Salah satu bentuk pelanggaran TSM yang dilakukan Jokowi adalah memanfaatkan ratusan penjabat yang ia angkat sebagai tim kampanye Prabowo-Gibran.