REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menyusun Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) Fintech Peer to Peer (P2P) Lending atau Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) tentang batas atas pendanaan produktif.
"Saat ini OJK sedang menyusun RPOJK LPBBTI yang merupakan amanat dari Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan," kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman, di Jakarta, Rabu (3/4/2024).
Agusman menuturkan salah satu substansi pengaturan yang mengalami perubahan adalah batas atas pendanaan produktif yang saat ini dapat dilakukan sampai dengan Rp 2 miliar.
Kenaikan batas atas tersebut sedang dilakukan kajian, agar dimungkinkan untuk LPBBTI yang memiliki TWP90 maksimal 5 persen dalam kurun waktu enam bulan terakhir dan tidak sedang dalam pengenaan sanksi pembatasan kegiatan usaha dari OJK. TWP90 adalah ukuran tingkat wanprestasi atau kelalaian penyelesaian kewajiban yang tertera dalam perjanjian pendanaan di atas 90 hari sejak tanggal jatuh tempo.
Pada lain sisi, OJK masih mengkaji opsi pencabutan moratorium pemberian izin usaha penyelenggara LPBBTI khusus sektor produktif dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), antara lain dengan mempertimbangkan sejumlah hal, yakni kepentingan publik, yaitu berupa kebutuhan masyarakat terhadap layanan LPBBTI.
Pertimbangan itu, juga termasuk potensi pertumbuhan penyelenggara LPBBTI existing, agar dapat tumbuh secara optimal, dan atau persaingan usaha yang sehat dan tidak melawan hukum.
Untuk fintech P2P lending, pertumbuhan outstanding pembiayaan pada Februari 2024 terus melanjutkan peningkatan menjadi 21,98 persen secara year on year (yoy), dengan nominal sebesar Rp61,10 triliun. Tingkat risiko kredit macet secara agregat (TWP90) dalam kondisi terjaga di posisi 2,95 persen.