REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Merujuk data World Population Review, Indonesia tidak lagi menjadi negara Muslim terbesar di dunia karena titel itu sudah diambil alih oleh Pakistan.
Saat ini populasi penduduk Muslim Pakistan mencapai 240,8 juta jiwa (98,19 persen dari total populasi). Sementara, Indonesia sebanyak 236 juta jiwa (84,35 persen dari total populasi).
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Kementerian Agama, Kamaruddin Amin mengatakan, dalam laporan itu juga disebutkan bahwa Islam akan menjadi agama mayoritas di dunia pada 2050 nanti.
“Ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang semakin menarik, agama yang semakin dirasakan signifikansinya dalam kehidupan umat manusia,” ujar Kamaruddin dalam acara Silaturrahim Menteri Agama dengan Ormas Islam Tingkat Pusat di Auditorium HM Rasjidi, Jakarta, Kamis (4/4/2024).
Dia menuturkan, tren kenaikan pemeluk Islam tidak hanya terjadi di negara-negara Timur Tengah, tetapi juga negaranegara di Eropa Barat, Amerika, Skandinavia, Eropa Timur, Asia Timur, Australia, dan belahan dunia lainnya.
Dia pun berterima kasih dan mengapresiasi ormas-ormas Islam di Indonesia yang selama ini bersinergi dengan pemerintah. Dia menyebut, Indonesia adalah negara yang partisipasi penduduknya tertinggi di dunia. Banyak lembaga pendidikan, terutama Islam, lembaga dakwah, dan majelis taklim digerakkan oleh masyarakat dan tidak didominasi oleh pemerintah.
“Tidak ada negara seperti Indonesia ini yang misalnya pendidikan Islamnya mayoritas dimiliki oleh masyarakat,” ucap Kamaruddin.
Menurut dia, itu menjadi kekhasan Islam di Indonesia yang menjadi sorotan oleh para peneliti Eropa dan Amerika. Dia menyatakan, Indonesia adalah negara yang paling pantas mewakili dunia Islam sebagai negara yang punya kemampuan untuk mengintegrasikan Islam dengan demokrasi.
Dalam pandangannya, itu semua berkaitan dengan perjuangan dan khidmat para tokoh ormas Islam.
“Kalau mau melihat Islam diimplemetasikan atau diartikulasikan maka lihatlah Indonesia sebagai salah satu negara yang paling representatif untuk melihat bagaimana Islam dan demokrasi kompatibel,” kata dia.
Kamaruddin juga bersyukur karena Indonesia baru saja melalui pesta demokrasi atau pemilihan umum tanpa ada kekerasan berbasis agama atau politik identitas. Padahal, dalam pesta demokrasi di Eropa Barat dan Amerika, politik identitas masih cukup kental.
“Ini lagi-lagi adalah berkat kerja keras, kerja sama, sinergi, dan kolaborasi antara kita semua, antara pemerintah dengan civil society, ormas-ormas keagamaan, pondok pesantren, penceramah, para ulama, dan para kiai,” jelas dia.