REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Setiap lebaran Idul Fitri umat Islam biasanya akan saling meminta maaf lahir dan batin. Maaf-maafan adalah bagian dari tradisi untuk membersihkan hati dan memperbaiki hubungan antar sesama setelah menjalani ibadah puasa selama Ramadhan.
Lalu kenapa umat Islam saling bermaafan di hari raya Idul Fitri?
Kata maaf berasal dari bahasa Arab al-‘afwu yang artinya sikap memberi ampun terhadap kesalahan orang lain tanpa ada rasa benci, sakit hati, atau balas dendam.
Saat lebaran, setiap kali bertemu orang, umat Islam biasanya akan mengucapkan kalimat "mohon maaf lahir dan batin". Di di era digital sekarang ini, bahkan umat Islam telah terbiasa saling mengucapkan permohonan maaf melalui aplikasi percapakan instan.
Saling memaafkan di hari raya Idul Fitri merupakan salah satu cara untuk menunjukkan bahwa seseorang telah berada di posisi derajat muttaqin (orang yang bertakwa) sebagai perwujudan hasil puasanya. Karena, tujuan puasa adalah agar menjadi orang yang bertakwa.
Sedangkan salah satu tanda orang yang bertakwa adalah orang yang suka memaafkan kesalahan orang lain. Ini lah alasan kepada pada momen lebaran ini umat Islam banyak yang saling bermaaf-maafan.
Dalam Alquran, Allah Subhanahu wa Ta'ala (SWT) berfirman:
الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ
Artinya: "(yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan." (QS Ali ‘Imran [3]:134).
Dalam tafsir tahlili Kemenag dijelaskan, ayat tersebut langsung menjelaskan sifat-sifat orang yang bertakwa. Di antaranya yaitu orang yang memaafkan kesalahan orang lain. Memaafkan kesalahan orang lain sedang kita sanggup membalasnya dengan balasan yang setimpal, adalah suatu sifat yang baik yang harus dimiliki oleh setiap Muslim.
Mungkin hal ini sulit dipraktkkkan karena sudah menjadi kebiasaan bagi manusia membalas kejahatan dengan kejahatan tetapi bagi manusia yang sudah tinggi akhlak dan kuat imannya serta telah dipenuhi jiwanya dengan ketakwaan, maka memaafkan kesalahan itu mudah saja baginya.
Mungkin membalas kejahatan dengan kejahatan masih dalam rangka keadilan tetapi harus disadari bahwa membalas kejahatan dengan kejahatan pula tidak dapat membasmi atau melenyapkan kejahatan itu. Mungkin dengan adanya balas membalas itu kejahatan akan meluas dan berkembang.
Bila kejahatan dibalas dengan maaf dan sesudah itu diiringi dengan perbuatan yang baik, maka yang melakukan kejahatan itu akan sadar bahwa dia telah melakukan perbuatan yang sangat buruk dan tidak adil terhadap orang yang bersih hatinya dan suka berbuat baik. Dengan demikian dia tidak akan melakukannya lagi dan tertutuplah pintu kejahatan.