REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN—Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian, Kamis (11/4), mengatakan "pertahanan yang sah" menjadi suatu kebutuhan ketika Israel melanggar kekebalan individu dan fasilitas diplomatik yang melanggar hukum internasional.
Hossein Amir Abdollahian menyampaikan pernyataan tersebut melalui panggilan telepon dengan Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock, Kamis (11/4/2024), dengan diskusi fokus utama pada ketegangan antara Teheran dan Tel Aviv, kata Kementerian Luar Negeri Iran dalam sebuah pernyataan.
Sedikitnya 13 orang gugur dalam serangan terhadap konsulat Iran di Damaskus pekan lalu, termasuk tujuh penasehat militer Iran, yang menurut Pemerintah Iran dilakukan oleh musuh bebuyutan mereka, Israel.
Di antara mereka yang gugur termasuk Jenderal Mohammad Reza Zahedi, komandan senior Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) di Suriah dan Lebanon, dan wakilnya Jenderal Hadi Haj Rahemi.
Serangan tersebut, yang terjadi di tengah meningkatnya ketegangan regional setelah serangan Israel di Gaza yang telah menewaskan lebih dari 33.300 warga Palestina, memicu reaksi marah dari Iran.
Menyusul serangan tersebut, para pemimpin politik dan militer Iran bersumpah akan melakukan "pembalasan yang pasti," yang mendorong para pejabat di banyak negara untuk mencoba melakukan mediasi guna meredakan situasi.
Dalam panggilan telepon Kamis dengan Menlu Jerman, Menlu Iran mengatakan kebijakan luar negeri negaranya berdasarkan pada "menahan diri dari ketegangan".
Tetapi ketika Israel "sepenuhnya melanggar" kekebalan diplomat dan tempat-tempat diplomatik yang melanggar hukum internasional dan Konvensi Wina, "pembelaan yang sah" menjadi sebuah kebutuhan.
Dia mengkritik keputusan Jerman yang tidak mengutuk serangan tersebut dan bertanya kepada Baerbock apakah negara-negara Eropa atau Amerika akan mengambil sikap serupa jika serangan rudal terjadi di tempat diplomatik di zona perang Ukraina.
Amir-Abdollahian menyebut Israel sebagai "entitas pendudukan" dan mengatakan bahwa Palestina memiliki "hak atas pertahanan yang sah," dan menambahkan bahwa satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah saat ini adalah dengan "mengakhiri genosida" di Gaza.
Dia mengatakan upaya Jerman untuk menengahi gencatan senjata di Gaza "tidak membuahkan hasil" terutama karena negara tersebut kurang netral dalam masalah tersebut, dan hal itu menunjukkan kecenderungan Berlin yang pro-Israel.