Rabu 17 Apr 2024 15:59 WIB

KPU Sebut Amicus Curiae Megawati tak Bisa Jadi Alat Bukti Sengketa Pilpres

Megawati menyerahkan dokumen pendapatnya sebagai amicus curiae kepada panitera MK.

Rep: Febryan A/ Red: Erik Purnama Putra
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Idham Holik.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Idham Holik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner KPU RI Idham Holik angkat bicara ihwal Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri mengajukan diri sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan dan menyerahkan dokumen berisikan pendapatnya atas perkara sengketa hasil Pilpres 2024 kepada Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut Idham, pendapat Megawati tidak akan dijadikan alat bukti oleh majelis hakim MK ketika membuat putusan. Idham awalnya menyatakan, tidak ada istilah amicus curiae dalam Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2023 tentang PHPU ataupun dalam UU Pemilu.

Sementara itu, dalam UU MK disebutkan, salah satu pertimbangan majelis hakim MK dalam membuat putusan adalah alat bukti yang diajukan di persidangan. "Artinya alat bukti yang dapat dipertimbangkan oleh majelis hakim adalah alat bukti yang diserahkan dalam proses persidangan dan dicatat oleh panitera persidangan," kata Idham kepada wartawan di Jakarta, Rabu (17/4/2024).

Baca: Jenderal Gatot Klarifikasi Kabar Hoaks akan Demo MK dan Istana

Berdasarkan pasal 36 UU MK, kata dia, alat bukti terdiri atas surat atau tulisan, keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan para pihak, petunjuk, dan alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.

Menurut Idham, surat yang dimaksud dalam pasal tersebut adalah surat yang berasal dari para pihak yang bersidang, yakni pasangan capres-cawapres Anies-Muhaimin sebagai pemohon, Ganjar-Mahfud sebagai pemohon, KPU sebagai termohon, Prabowo-Gibran sebagai pihak terkait, dan Bawaslu sebagai pemberi keterangan.

Adapun Megawati bukan pihak dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024. "Jika ada surat yang disampaikan di luar para pihak tersebut, maka tidak bisa dikatakan sebagai alat bukti persidangan," kata Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI itu.

Baca: Mengenal Ajudan Menteri AHY, Iptu M Imam Fadhil

Megawati menyerahkan dokumen pendapatnya sebagai amicus curiae kepada panitera MK kemarin, Selasa (16/4/2024), tepat 11 hari setelah MK tuntas menggelar sidang pemeriksaan sengketa hasil Pilpres 2024. Surat berisikan pendapat Presiden RI ke-5 yang juga pemimpin partai terbesar di Indonesia itu diserahkan oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

Idham meyakini, majelis hakim MK bersikap independen dan merdeka dalam merumuskan putusan sengketa hasil Pilpres 2024. "Mari kita tunggu pembacaan putusan MK yang rencananya akan dibacakan pada 22 April 2024 dengan penuh kepercayaan bahwa Yang Terhormat Majelis Hakim MK memiliki integritas kehakiman yang tinggi," ujarnya.

Sebagai gambaran, Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud dalam permohonannya sama-sama meminta MK membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 yang menyatakan Prabowo-Gibran meraih 96.214.691 suara (terbanyak). Mereka juga meminta MK memerintahkan KPU melaksanakan pemungutan suara ulang Pilpres 2024 tanpa melibatkan Prabowo-Gibran.

Petitum itu diajukan karena mereka yakin bahwa pencalonan Gibran tidak sah. Mereka juga mendalilkan bahwa pelaksanaan Pilpres 2024 diwarnai pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dilakukan Presiden Jokowi demi memenangkan Prabowo-Gibran.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement