Kamis 18 Apr 2024 07:45 WIB

 Uranus dan Neptunus Mungkin Memiliki Berton-ton Es Metana

Para pakar temukan gas metana paling cocok untuk membuat model planet seperti Uranus

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Uranus dan Neptunus (ilustrasi). Para astronom telah lama percaya bahwa raksasa-raksasa es Uranus dan Neptunus kaya akan air beku. Namun, sebuah studi baru menunjukkan keduanya memiliki es metana
Foto: republika
Uranus dan Neptunus (ilustrasi). Para astronom telah lama percaya bahwa raksasa-raksasa es Uranus dan Neptunus kaya akan air beku. Namun, sebuah studi baru menunjukkan keduanya memiliki es metana

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para astronom telah lama percaya bahwa raksasa-raksasa es Uranus dan Neptunus kaya akan air beku. Namun, sebuah studi baru menunjukkan bahwa mereka mungkin juga memiliki berton-ton es metana. 

Dilansir Space, Rabu (17/4/2024), temuan-temuan ini bisa membantu memecahkan teka-teki tentang bagaimana dunia-dunia es ini terbentuk. 

Banyak hal tentang Uranus dan Neptunus yang masih belum diketahui. Dua dunia es raksasa ini hanya memiliki satu pengunjung pesawat luar angkasa, Voyager 2, yang terbang melewatinya pada 1980-an. 

Akibatnya, para ilmuwan hanya memiliki gambaran kabur mengenai komposisi-komposisi dua raksasa es tersebut. Misalnya, bahwa es tersebut mengandung sejumlah besar oksigen, karbon, dan hidrogen. 

Untuk mempelajari lebih lanjut tentang bahan penyusun Uranus dan Neptunus, para astronom telah merancang model yang sesuai dengan sifat fisik yang diukur oleh Voyager 2 dan teleskop-teleskop berbasis Bumi. Banyak model berasumsi bahwa planet-planet tersebut memiliki selubung hidrogen dan helium yang tipis; lapisan dasar air superionik dan amonia terkompresi; dan inti berbatu di tengahnya. (Air inilah yang memberi mereka label “raksasa es”.) Beberapa perkiraan menunjukkan bahwa Uranus dan Neptunus masing-masing mungkin memiliki jumlah air 50.000 kali lebih banyak di lautan-lautan bumi. 

Namun para penulis studi baru mengatakan model ini mengabaikan cara terbentuknya raksasa es. Saat Uranus dan Neptunus menyatu dari awan debu yang mengelilingi matahari muda, mereka melahap, atau bertambah, objek-objek yang disebut planetesimal-planetesimal. Tim mengatakan planetesimal-planetesimal ini menyerupai komet masa kini seperti 67P/Churyumov-Gerasimenko, yang berasal dari Sabuk Kuiper, wilayah benda-benda es berbentuk donat di luar orbit Neptunus. 

Berbeda dengan raksasa-raksasa es yang kaya air, sebagian besar benda mirip planetesimal ini kaya akan karbon. Jadi, “bagaimana mungkin membentuk raksasa es dari balok-balok bangunan yang miskin es?” kata Uri Malamud, penulis utama studi tersebut dan ilmuwan planet di Technion, Institut Teknologi Israel. 

Untuk mengatasi paradoks ini, Malamud dan rekan penulisnya membuat ratusan ribu model-model interior Uranus dan Neptunus. Algoritma yang mereka gunakan “mulai mencocokkan komposisi yang sesuai dengan permukaan planet, dan secara bertahap bekerja lebih jauh hingga ke titik pusat planet.” 

Mereka menganggap beberapa bahan kimia, termasuk besi, air dan metana, sebagai komponen utama gas alam. Kemudian, mereka mencoba menentukan model mana yang paling mirip dengan raksasa-raksasa es sebenarnya dalam hal radius dan massa. 

Dari berbagai model yang mereka buat, para astronom menemukan bahwa gas metana memenuhi kriteria mereka, dengan gas metana, baik dalam bentuk bongkahan padat atau jika diberi tekanan, dalam keadaan lembek, membentuk lapisan tebal antara selubung hidrogen-helium dan lapisan air. Dalam beberapa model, metana menyumbang 10 persen massa planet. 

Tim mempublikasikan hasil-hasil mereka, yang belum ditinjau oleh rekan sejawat, ke server pracetak arXiv pada Maret. Metana ini memegang kunci untuk menyelesaikan paradoks es. 

Para peneliti mengatakan es bisa saja terbentuk ketika hidrogen di planet-planet yang sedang tumbuh bereaksi secara kimia dengan karbon di planetesimal-planetesimal yang bertambah. Reaksi-reaksi seperti ini terjadi pada suhu-suhu tinggi dan tekanan-tekanan super tinggi, jutaan kali lipat tekanan udara yang kita alami di Bumi. Kondisi-kondisi inilah yang diperkirakan para ilmuwan terjadi di planet-planet berkembang. 

Temuan ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas mengenai planet-planet yang kurang dipahami ini, meskipun memverifikasi apakah mereka benar-benar kaya akan metana akan menjadi sebuah tantangan, kata Malamud. Ini akan menjadi tujuan salah satu dari misi yang diusulkan oleh NASA dan badan antariksa lainnya yang bertujuan untuk menjelajahi Uranus. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement