Kamis 18 Apr 2024 17:58 WIB

Kekaguman dan Pujian Sarjana Barat Terhadap Rasulullah SAW Ini tak Terbantahkan

Tak semua sarjana Barat menyerang pribadi Rasulullah SAW

Red: Nashih Nashrullah
Nabi Muhammad (ilustrasi). Tak semua sarjana Barat menyerang pribadi Rasulullah SAW
Foto: Dok Republika
Nabi Muhammad (ilustrasi). Tak semua sarjana Barat menyerang pribadi Rasulullah SAW

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Meski sebagian orientalis Barat melancarkan serangan kepada Nabi Muhammad SAW, tetapi tak bisa dimungkiri juga banyak sarjana mereka yang kagum dan memuji kepribadian Rasulullah SAW.

Thomas Carlyle dengan karyanya The Hero as Prophet, yang terbit pada 1841, mengatakan bahwa Muhammad adalah seorang nabi dengan kebenaran yang otentik. Pengakuan juga datang dari Michael Hart, penulis buku Seratus Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah yang menempatkan Nabi SAW di urutan teratas deretan tokoh tersebut.

Baca Juga

Terutama sejak memasuki abad ke-20, perubahan sikap terhadap Islam mulai dapat dirasakan dari kalangan sarjana Kristen kontemporer. Mereka mulai memahami dan memperlihatkan rasa hormat terhadap Islam, kaum Muslim, dan tentu saja, Nabi Muhammad SAW. 

Sebut misalnya orang seperti Louis Massignon, Montgomery Watt, Wilfred Smith, Kenneth Cragg, Yvonne Haddad, serta, tentu saja, Annemarie Schimmel, guru besar dalam bidang tasawuf dari Harvard University yang saat ini tengah berkunjung ke Indonesia dan direncanakan memberikan serangkaian kuliah dan diskusi seputar tasawuf.

Salah satu karya Schimmel mengenai Nabi Muhammad yang harus disebutkan adalah Dan Muhammad adalah Utusan Allah (Mizan: 1992). Dalam buku ini Schimmel dengan sangat memikat dan mengharukan mengungkapkan kecintaan Muslim, dari ulama hingga kaum awam, kepada junjungan mereka ini. 

Sedemikian besar simpati yang ditunjukkan perempuan yang menguasai 20 bahasa ini, hingga seorang pembaca yang serius sangat mungkin mengalami pembaharuan atas cintanya terhadap Muhammad SAW.

''Dalam keadaan darurat seorang Muslim mungkin menyangkal keyakinannya kepada Allah, tetapi sekali-kali ia tidak akan bersedia mengutarakan kata-kata rendah apalagi penghinaan terhadap Nabinya, walau diancam dengan kematian sekalipun,'' tulis Schimmel yang datang ke Indonesia atas undangan Goethe-Institut Jakarta dan penerbit Mizan, Bandung, dalam salah satu bagian buku tersebut.

Karena empati yang sangat besar inilah Schimmel, yang mendapat gelar PhD dalam bidang studi Islam pada November 1941, ketika ia masih berusia 21 tahun, dapat merasakan luka mendalam yang dialami kaum muslim di seluruh dunia dengan terbitnya karya Salman Rushdie, Ayat-ayat Setan.

Annemarie Schimmel, dengan demikian, harus diakui memiliki peran yang sangat signifikan dalam upaya panjang membangun relasi Islam-Kristen yang lebih baik.

Tampaknya, itu pula salah satu alasan yang mendasari panitia German Book Trade 1995 menganugerahkan Peace Prize, sebuah penghargaan paling bergengsi di Jerman, kepada Schimmel yang bergabung dengan Harvard University sejak 1966 ini. Untuk diketahui saja, beberapa penulis lain yang pernah dianugerahi penghargaan yang sama adalah Albert Schweitzer, Vaclav Havel, filsuf Martin Buber, dan George Kennan.

Namun pemberian hadiah tersebut segera saja mengundang gelombang protes yang berasal dari 220 penulis, 100 penerbit, dan sejumlah anggota parlemen Jerman. Menurut kalangan pemrotes, Schimmel telah menunjukkan simpati terlalu dalam terhadap fundamentalisme Islam. 

Memang, seperti pernah dikatakan Schimmel sendiri dalam Islam, an Introduction, bagi Kristen Barat, dalam sejarah interaksinya dengan agama-agama lain, Islam merupakan agama yang paling tidak dipahami sekaligus paling dimusuhi.

Termasuk dalam kelompok pemrotes adalah novelis Gunter Grass dan filsuf Jurgen Habermas, tokoh mazhab Frankfurt yang teori-teori kritisnya banyak menginspirasi kalangan muda termasuk di Indonesia. 

Dalam surat protesnya mereka antara lain mengatakan, ''Orientalis Jerman ini adalah tamu kehormatan di negara-negara Islam totaliter seperti Iran. Di seluruh karyanya, tak ada sedikitpun ia menyinggung soal pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di negara-negara ini.''

Tapi, bagi para pendukung Schimmel, protes itu dianggap tidak relevan dan tidak berdasar sama sekali. ''Profesor Schimmel adalah figur spiritual yang menulis tentang Islam dan kebudayaan Muslim. Seperti Bunda Teresa, Schimmel bersikap apolitik dan tidak terlalu menyadari situasi politik di negara-negara yang dikunjunginya,'' kata Dr Ayub Ommaya dari The Wisdom Fund yang sangat mengenal karya-karya Schimmel.

photo
Empat Makna Penting dalam Ayat Laqod Jaakum terkait Nabi Muhammad - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement