REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir meminta direksi BUMN agar tidak terlena dengan kinerja positif di 2023 yang mencatatkan dividen Rp 81,2 triliun dan lebih waspada terhadap gejolak geopolitik di Timur Tengah.
Erick menyebut, perang antara Iran dan Israel berpotensi mengganggu rantai pasok sejumlah komoditas, baik dari sektor energi maupun pangan. Target dividen pun dinaikkan dari Rp 81 triliun menjadi Rp 85 triliun pada tahun depan.
"Kalau enggak di-warning dari bulan Maret-April ini, takutnya kita terlena karena performa kita bagus. Nah, kalau dividen tahun depan nggak tercapai, inilah yang saya warning," ujar Erick di Jakarta, Sabtu (20/4/2024).
Jajaran direksi BUMN diminta untuk benar-benar membuka mata dengan situasi yang berlangsung saat ini.
Menurut Erick, langkah antisipasi tak sekadar pada urusan utang jatuh tempo, operational expenditure ataupun capital expenture. Ia menekankan, perlu adanya aksi korporasi agar bisa bersaing dengan negara lain, khususnya di Asia Tenggara.
"Saya tidak hanya bicara utang jatuh tempo, opex, capex. Tapi di situ kalau dilihat juga ada aksi korporasi saya masukkan, karena persaingan di Asia Tenggara ini juga memanas," katanya.
Lebih lanjut, Erick menyampaikan, masing-masing BUMN memiliki isu dan masalah yang berbeda dalam menghadapi tantangan geopolitik.
Oleh karena itu, Ia tidak memberikan arahan yang spesifik kepada direksi BUMN. Erick hanya berpesan setiap perusahaan harus mengoptimalkan berbagai peluang yang muncul.
"Mereka punya dinamika masing-masing, farmasi, MIND ID, Garuda, punya konteks berbeda tergantung situasi capex, opex, utang, income rupiah atau income dolar. Makanya saya warning, untuk kemudian meminta stress test dengan mengoptimalkan berbagai kesempatan," ucap Erick.