DIAGNOSA -- Perjalanan luar angkasa dan gravitasi nol dapat berdampak buruk pada tubuh. Sebuah studi terbaru menemukan bahwa astronot yang tidak memiliki riwayat sakit kepala sebelumnya mungkin mengalami migrain dan sakit kepala tipe tegang selama penerbangan luar angkasa jarak jauh, yang mencakup lebih dari 10 hari di luar angkasa. Studi ini dipublikasikan pada 13/3/2024, edisi online Neurology, jurnal medis American Academy of Neurology.
Peneliti dari Leiden University Medical Center Belanda, WPJ Van Oosterhout, MD, PhD, mengungkapkan perubahan gravitasi yang disebabkan oleh penerbangan luar angkasa mempengaruhi fungsi banyak bagian tubuh, termasuk otak.
Van Oosterhout, menjelaskan sistem vestibular, yang memengaruhi keseimbangan dan postur tubuh, harus beradaptasi dengan konflik antara sinyal yang diharapkan diterimanya dan sinyal sebenarnya yang diterimanya karena tidak adanya gravitasi normal.
Lanjut Van Oosterhout, hal ini dapat menyebabkan mabuk perjalanan di luar angkasa pada minggu pertama, di mana sakit kepala adalah gejala yang paling sering dilaporkan.
“Penelitian kami menunjukkan bahwa sakit kepala juga terjadi di kemudian hari dalam penerbangan luar angkasa dan mungkin terkait dengan peningkatan tekanan di dalam tengkorak," ungkapnya.
Penelitian tersebut melibatkan 24 astronot dari Badan Antariksa Eropa, Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional AS (NASA), dan Badan Eksplorasi Dirgantara Jepang. Mereka ditugaskan dalam ekspedisi Stasiun Luar Angkasa Internasional hingga 26 minggu dari November 2011 hingga Juni 2018.
Sebelum penelitian dilakukan, sembilan astronot dilaporkan tidak pernah mengalami sakit kepala dan tiga orang mengalami sakit kepala yang mengganggu aktivitas sehari-hari selama setahun terakhir. Tak satu pun dari mereka memiliki riwayat sakit kepala berulang atau pernah didiagnosis menderita migrain.
Dari total peserta, 22 astronot mengalami satu atau lebih episode sakit kepala selama total 3.596 hari di luar angkasa untuk seluruh peserta.
Para astronot menyelesaikan pemeriksaan kesehatan dan kuesioner tentang riwayat sakit kepala mereka sebelum penerbangan. Selama penerbangan luar angkasa, para astronot mengisi kuesioner harian selama tujuh hari pertama dan kuesioner mingguan setiap minggu berikutnya selama mereka berada di stasiun luar angkasa.
Para astronot melaporkan 378 sakit kepala dalam penerbangan. Para peneliti menemukan bahwa 92% astronot mengalami sakit kepala selama penerbangan dibandingkan dengan hanya 38% dari mereka yang mengalami sakit kepala sebelum penerbangan.
Dari total sakit kepala, 170 atau 90% merupakan sakit kepala tipe tegang dan 19 atau 10% merupakan migrain.
Para peneliti juga menemukan bahwa sakit kepala memiliki intensitas yang lebih tinggi dan lebih cenderung mirip migrain selama minggu pertama penerbangan luar angkasa. Selama ini, 21 astronot mengalami satu atau lebih sakit kepala dengan total 51 sakit kepala. Dari 51 sakit kepala, 39 dianggap sebagai sakit kepala tipe tegang dan 12 di antaranya mirip migrain atau kemungkinan migrain.
Dalam tiga bulan setelah kembali ke Bumi, tidak ada satupun astronot yang melaporkan adanya sakit kepala.
“Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengungkap penyebab sakit kepala luar angkasa dan mengeksplorasi bagaimana penemuan tersebut dapat memberikan wawasan tentang sakit kepala yang terjadi di Bumi,” kata Van Oosterhout.
Selain itu, kata Van Oosterhout, terapi yang lebih efektif perlu dikembangkan untuk mengatasi sakit kepala di luar angkasa karena bagi banyak astronot, hal ini merupakan masalah besar selama penerbangan luar angkasa.
“Penelitian ini tidak membuktikan bahwa pergi ke luar angkasa menyebabkan sakit kepala, itu hanya menunjukkan asosiasi,” ujaranya.
Keterbatasan penelitian ini adalah para astronot melaporkan gejala mereka sendiri, sehingga mereka mungkin tidak mengingat semua informasi secara akurat. Penelitian ini didukung oleh Organisasi Penelitian Ilmiah Belanda, tutup Van Oosterhout.
Sumber: sciencedaily.com