REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bencana longsor di Indonesia pada tahun 2024 memiliki frekuensi yang sangat tinggi dengan 183 kejadian hingga April, menurut data BNPB. Longsor juga memiliki frekuensi paling tinggi dibandingkan bencana alam lainnya, seperti banjir, abrasi, angin puting beliung, dan gempa bumi.
BNPB mencatat, dalam 10 tahun terakhir tepatnya 2015-2024, tanah longsor sangat tinggi kejadiannya yang mencapai 7024 kejadian. Sebagai bentuk antisipasi bencana longsor, Plt Kepala Pusat Riset Geoinformatika (PRG) BRIN, M Rokhis Khomarudin, mengatakan bahwa masyarakat bisa memanfaatkan data citra satelit.
Menurut dia, ada banyak satelit data penginderaan jauh yang memotret permukaan bumi dan bisa dimanfaatkan seluas-luasnya oleh masyarakat.
“Sekarang banyak data satelit yang spasial resolusinya sangat tinggi, seperti rumah sudah bisa kelihatan, bisa mendeteksi beberapa obyek penting yang dulunya hanya digunakan dengan foto udara. Melalui citra satelit kita sudah bisa mendeteksi daerah dengan resolusi spasial yang tinggi,” ungkap Rokhis dalam keterangan tertulisnya, dikutip Sabtu (4/5/2024).
Rokhis mengungkapkan bahwa saat ini, ketersediaan data juga sangat besar, bahkan ada beberapa provider yang menyediakan data gratis di google. Misalnya USGS Earth Explorer, landviewer, Copernicus data hub, sentinel hub, dan lain-lain.
“Sekitar 1990 an data itu berbayar, sekarang sudah gratis dengan cakupan seluruh dunia dan bisa didownload. Memiliki historikal yang baik, dari 1980 data tersebut sudah ada. Sampai sekarang masih tersedia di web tersebut, terutama di USGS Earth Explorer dan Landviewer. Ada juga beberapa platform yang sudah mengembangkan seperti Google Earth Engine, SEPAL dan GEP, dan bisa kita gunakan untuk pengolahan data secara bebas serta gratis,” ujarnya.
Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Sukristiyanti, menambahkan bahwa masyarakat juga bisa memanfaatkan data citra satelit dengan menggunakan Google Engine (GE) dan Google Earth Engine (GEE). GE merupakan platform yang tidak berbayar, resolusi spasialnya tinggi dan timeseries.
“Untuk GEE selain platformnya tidak berbayar juga, dia menggunakan teknologi cloud computing dan machine learning. Memilki banyak sumber data, timeseries, dan bisa melakukan pemodelan kerentanan longsor berbasis machine learning,” jelas dia.
Lebih jauh lagi Rokhis mengungkap peran data penginderaan jauh pada kebencanaan yang bisa mendeteksi sebelum kejadian dengan melakukan sistem peringatan dini. Mendeteksi perubahan penutup lahan, melakukan pemetaan bahaya, dan kerentanan dari suatu wilayah terhadap bencana.
“Pada saat terjadi bencana kita bisa monitor di mana lokasi-lokasi terjadinya bencana. Kemudian dampaknya seperti apa, salah satu contoh adalah terkait dengan kebakaran lahan dan hutan. Setelah terjadinya bencana kita bisa melihat dampak dari bencana tersebut, di mana lokasi-lokasi yang rusak, dan sebagainya,” kata dia.