REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mewanti-wanti Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali untuk memenuhi panggilan pemeriksaan pada Selasa (7/5/2024). KPK mengingatkan dapat menjemput paksa Gus Muhdlor kalau terus menerus tak memenuhi panggilan pemeriksaan.
"Berdasarkan informasi yang kami terima, besok (7/5) bertempat di gedung merah putih KPK, Bupati Sidoarjo konfirmasi akan hadir," kata juru bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin (6/5/2024).
Tercatat, ini merupakan panggilan pemeriksaan ketiga bagi Muhdlor sebagai tersangka. Gus Muhdlor tak menghadiri panggilan KPK dalam dua kali pemeriksaan pada Jumat (3/5) dan Jumat (19/4).
"Kami berharap Bupati Sidoarjo kooperatif," ujar Ali.
Selain itu, Ali menegaskan KPK punya kewenangan melakukan jemput paksa terhadap Gus Muhdlor. Apalagi kalau anak dari Agoes Ali Masyhuri itu tak kunjung menjawab panggilan pemeriksaan di KPK.
"Apabila pihak tersangka yang dipanggil secara patut dalam proses penyidikan tidak hadir dan tanpa alasan yang jelas, maka memang dapat dilakukan upaya paksa berupa penjemputan untuk dihadapkan ke depan penyidik," ujar Ali.
Diketahui, Gus Muhdlor sudah tak hadir dalam dua kali agenda pemeriksaan sebagai tersangka. Tapi KPK tak kunjung meringkusnya.
Gus Muhdlor menjadi tersangka ketiga yang dijerat KPK dalam kasus dugaan korupsi pemotongan dana insentif. Gus Muhdlor juga telah dicegah bepergian ke luar negeri selama enam bulan.
Dalam kasus pemotongan dan penerimaan uang kepada pegawai negeri di lingkungan BPPD Sidoarjo ini, awalnya baru ada dua orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Keduanya ialah Siska Wati (Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD, Sidoarjo), dan Ari Suyono (Kepala BPPD, Sidoarjo).
Dalam konstruksi perkaranya, bahwa pada tahun 2023, BPPD Sidoarjo memperoleh pendapatan pajak daerah sebesar Rp 1,3 triliun. Atas capaian tersebut, pegawai BPPD seharusnya berhak memperoleh insentif. Akan tetapi, insentif yang seharusnya mereka terima, secara sepihak dipotong, yang dimana disebutkan, pemotongan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan Kepala BPPD Sidoarjo, namun lebih dominan diperuntukkan bagi kebutuhan Bupati.
Tercatat, total uang yang dipotong Siska mencapai Rp 2,7 miliar untuk periode 2023 saja. Sedangkan laporan pemotongan yang diterima KPK sudah terjadi sejak 2021. KPK menemukan uang Rp 69,9 juta dari total Rp 2,7 miliar yang dikumpulkan dalam OTT tersebut.
Dari penelusuran KPK, Ari Suryono menyuruh Siska Wati mengalkulasi nominal dana insentif yang diterima para pegawai BPPD. Nantinya dana itu dipotong diduga diperuntukkan bagi kebutuhan Ari dan Gus Muhdlor. Besaran potongan yaitu 10 persen sampai dengan 30 persen sesuai dengan besaran insentif yang diterima.
KPK menduga Ari Suryono aktif mengatur pemberian potongan dana insentif kepada Muhdlor Ali. Pemberian itu diduga dilakukan lewat orang-orang kepercayaan Muhdlor Ali.