Selasa 07 May 2024 10:05 WIB

Filipina Tolak Penggunaan Meriam Air di Laut Cina Selatan

Hal terakhir yang Filipina inginkan adalah meningkatkan ketegangan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Setyanavidita livicansera
Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr
Foto: EPA-EFE/PRESIDENTIAL COMMUNICATIONS OFFICE
Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr, mengatakan negaranya tidak akan menggunakan meriam air atau senjata serang lainnya di Laut Cina Selatan (LCS). Marcos mengatakan hal terakhir yang Filipina tak inginkan adalah meningkatkan ketegangan di perairan strategis itu. "Kami tidak akan mengikuti penjaga pantai dan kapal-kapal Cina untuk melakukan itu," kata Marcos, Senin (6/5/2024).

Ia menambahkan, misi Angkatan Laut dan penjaga pantai Filipina adalah menurunkan ketegangan. Marcos juga mengatakan tidak ada rencana untuk memasang meriam air ke kapal-kapal Filipina.

Baca Juga

Kedutaan Besar Cina untuk Filipina belum menanggapi permintaan komentar. Pekan lalu Manila memprotes penggunaan meriam air terhadap kapal-kapal Filipina di perairan dangkal di LCS. Filipina menggambarkan langkah kapal-kapal Beijing sebagai pelecehan dan "manuver berbahaya."

Cina mengeklaim sebagian besar LCS yang juga diklaim Filipina, Vietnam, Indonesia, Malaysia dan Brunei. Setiap tahunnya LCS dilalui perdagangan internasional senilai 3 triliun dolar AS. Tribunal internasional pada 2016 lalu memutuskan klaim ekspansif Cina tidak memiliki dasar hukum.

Pernyataan Marcos Jr ini disampaikan saat Presiden China Xi Jinping memulai kunjungannya ke tiga negara ke Eropa. Dikutip dari Associated Press, produsen mobil Eropa kalah bersaing dengan kendaraan listrik Cina yang disubsidi.

Para diplomat Eropa juga khawatir tentang dugaan mata-mata Cina di ibu kota Eropa dan perdagangan pertahanan Cina dengan Rusia yang sedang berperang dengan Ukraina. Namun, Eropa dan Cina memiliki hubungan ekonomi yang besar - perdagangan Uni Eropa-Cina diperkirakan mencapai 2,3 miliar euro per hari.

Tampaknya Xi bertekad untuk membangun kembali dan memperdalam hubungan dengan para pemimpin Eropa setelah sempat merenggang selama pandemi Covid-19. Xi memulai kunjungannya ke Prancis, Ahad (5/5/2024). Presiden Prancis Emmanuel Macron ingin Eropa memiliki lebih banyak kemandirian ekonomi dan strategis dari kekuatan dunia lainnya.

Kemudian presiden China menuju ke Serbia dan Hungaria, keduanya dipandang sebagai negara yang ramah terhadap Cina dan dekat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, serta penerima investasi besar dari Cina.

Perjalanan Xi akan diawasi dengan ketat di Washington untuk melihat tanda-tanda berkurangnya dukungan Eropa untuk tujuan-tujuan kebijakan luar negerinya. Pada saat yang sama, ada ketidakpastian yang meningkat di Eropa tentang dukungan AS di masa depan untuk sekutu trans-Atlantik.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement