REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Hamas mengatakan serangan Israel ke Rafah bertujuan menggagalkan perundingan gencatan senjata. Hamas menyetujui gencatan senjata tiga tahap yang diajukan mediator negosiasi, Qatar dan Mesir
"Dengan memutuskan menutup Rafah dan penyeberangan perbatasan Karem Abu Salem, Israel membawa kawasan pada bencana dan melanjutkan kebijakan membuat lapar dan mempersekusi (rakyat Palestina)," kata Hamas dalam pernyataannya seperti dikutip Aljazirah, Selasa (7/5/2024).
Dalam pernyataannya kelompok perjuangan pembebasan Palestina itu juga mendesak "intervensi internasional" untuk menekan Israel menyetujui gencatan senjata. Hamas mengatakan pemerintah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan masyarakat internasional bertanggung jawab penuh berlanjutnya perang.
Pada media AS, Axios, pejabat Israel mengatakan pemerintah AS mengetahui proposal kesepakatan gencatan senjata mediator, Qatar dan Mesir yang diajukan ke Hamas. Namun tidak memberitahu Israel sebelum Hamas mengumumkan menyetujuinya.
Menurut laporan Axios, tiga pejabat Israel mengatakan pemerintah Israel terkejut dengan pengumuman Hamas. Para pejabat itu mengatakan Israel tidak menerima teks respon Hamas dari mediator sampai satu jam setelah Hamas merilis pernyataannya.
Para pejabat Israel itu mengatakan ketika pemerintah Israel membaca respon Hamas atas proposal mediator, mereka terkejut "banyak elemen baru" yang tidak ada di proposal sebelumnya yang sudah disetujui Israel dan disampaikan ke Hamas oleh AS, Mesir, dan Qatar 10 hari yang lalu.
"Terlihat seperti proposal yang benar-benar baru," kata salah satu pejabat yang dikutip Axios.
Seorang pejabat AS membantah laporan tersebut. Ia mengatakan "diplomat Amerika terlibat dengan rekan-rekan Israel. Tidak ada yang mengejutkan."
Kantor berita Reuters mengutip seorang pejabat senior Israel yang mengatakan tim yang terdiri dari para pejabat tingkat menengah Israel akan pergi ke Kairo dalam beberapa jam ke depan untuk menilai apakah Hamas dapat dibujuk untuk mengubah tawaran gencatan senjata terbarunya.
Pejabat tersebut menegaskan proposal yang ada saat ini tidak dapat diterima oleh Israel.
"Delegasi ini terdiri dari utusan-utusan tingkat menengah. Jika ada kesepakatan yang kredibel dalam waktu dekat, para kepala akan memimpin delegasi tersebut," kata pejabat itu kepada Reuters.