REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Suhu ekstrem di seluruh Asia bulan April menjadi lebih buruk, dan kemungkinan besar terjadi akibat dari perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Demikian menurut laporan para ahli iklim dari kelompok World Weather Attribution.
Miliaran orang di seluruh benua Asia terkena dampak dari suhu yang memecahkan rekor selama bulan April, dengan sekolah-sekolah terpaksa ditutup, tanaman-tanaman rusak dan ratusan orang meninggal akibat penyakit-penyakit yang berhubungan dengan suhu panas.
Myanmar, Laos dan Vietnam mengalami hari-hari terpanas di bulan April, sementara suhu di India mencapai 46 derajat Celcius.
"Dari Gaza, Delhi, hingga Manila, orang-orang menderita dan meninggal ketika suhu di Asia melonjak pada April. Gelombang panas selalu terjadi. Namun, tambahan panas yang disebabkan oleh emisi dari minyak, gas, dan batu bara mengakibatkan kematian bagi banyak orang,” kata salah satu penulis studi, Friederike Otto, dilansir Reuters, Rabu (15/5/2024).
Di Filipina, salah satu negara yang paling parah terkena dampaknya, pihak berwenang mengeluarkan peringatan kesehatan, menutup sekolah-sekolah dan menjatah pasokan listrik karena suhu yang melonjak mengancam jaringan listrik di negara itu.
Menurut laporan itu, gelombang panas selama 15 hari yang dimulai pada pertengahan bulan ini hampir tidak mungkin terjadi bahkan di bawah kondisi el Nino, tanpa dampak pemanasan global yang disebabkan aktivitas manusia.
Beberapa wilayah di Timur Tengah mengalami suhu yang memecahkan rekor pada tanggal 24-26 April, dengan Tel Aviv mencapai suhu 40,7 derajat Celcius. Suhu ekstrem di Asia barat menjadi lima kali lebih mungkin terjadi akibat perubahan iklim, menurut perkiraan laporan tersebut.
"Suhu panas yang kita lihat benar-benar memperparah krisis yang sudah mengerikan saat ini di Gaza," ujar Carolina Pereira Marghidan dari Red Cross Red Crescent Climate Centre dalam sebuah konferensi pers pada Selasa.
Suhu di sekitar Kolkata, India, pada akhir April mencapai 46 derajat Celcius, 10 derajat Celcius lebih tinggi dari rata-rata musiman. Dan menurut laporan itu, perubahan iklim membuat suhu ekstrem di seluruh Asia Selatan sekitar 45 kali lebih mungkin terjadi.
Atas kondisi tersebut, Marghidan mendesak pemerintah di negara-negara Asia untuk mengambil tindakan untuk beradaptasi dengan lonjakan suhu dan meminimalkan risiko kesehatan, terutama pada kelompok masyarakat yang rentan.
"Mengingat laju peningkatan suhu panas yang ekstrem, kami melihat adanya kebutuhan besar untuk meningkatkan rencana aksi panas dan rencana yang sudah ada saat ini untuk diperbaiki di seluruh Asia," tegas Marghidan.