Senin 20 May 2024 17:40 WIB

Penelitian Baru Ungkap Tingkat CO2 Naik Drastis, Apa Penyebabnya?

Peneliti mengungkapkan, laju peningkatan CO2 di atmosfer kini 10 kali lebih cepat.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Qommarria Rostanti
Co2 atau karbon dioksida (ilustrasi). Para peneliti menemukan bahwa laju peningkatan CO2 di atmosfer saat ini 10 kali lebih cepat dibandingkan dalam 50 ribu tahun terakhir.
Foto: Dok. Freepik
Co2 atau karbon dioksida (ilustrasi). Para peneliti menemukan bahwa laju peningkatan CO2 di atmosfer saat ini 10 kali lebih cepat dibandingkan dalam 50 ribu tahun terakhir.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Karbon dioksida (CO2) merupakan gas rumah kaca yang secara alami ada di atmosfer bumi. Gas tersebut berkontribusi terhadap pemanasan bumi melalui efek rumah kaca.

Secara historis, tingkat CO2 berfluktuasi karena faktor alam seperti zaman es. Namun saat ini, aktivitas manusia, khususnya pembakaran bahan bakar fosil, menyebabkan kadar CO2 meningkat pesat. 

Baca Juga

Dilansir Knowridge, Senin (20/5/2024), para peneliti menemukan bahwa laju peningkatan CO2 di atmosfer saat ini 10 kali lebih cepat dibandingkan dalam 50 ribu tahun terakhir. Temuan penting ini berasal dari analisis kimia terperinci terhadap es Antartika kuno dan menyoroti sifat perubahan iklim saat ini yang belum pernah terjadi sebelumnya. 

Para ilmuwan mempelajari es kuno dari Antartika, yang berisi gelembung udara kecil yang terperangkap selama ratusan ribu tahun. Dengan mengebor inti es dalam 3,2 kilometer dan menganalisis gelembung-gelembung ini, para peneliti dapat mempelajari kondisi iklim pada masa lalu.

Sebuah studi baru yang diterbitkan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences berfokus pada inti es Pembagi Lapisan Es Antartika Barat. Penelitian ini mengungkapkan, pada periode tertentu pada zaman es terakhir, kadar CO2 mengalami lonjakan secara tiba-tiba. Temuan ini memberikan pemahaman yang lebih rinci tentang seberapa cepat tingkat CO2 dapat berubah dan apa pengaruhnya terhadap iklim saat ini. 

Penulis utama Kathleen Wendt dari Oregon State University menjelaskan, tim mengidentifikasi peningkatan CO2 alami tercepat yang pernah diamati. Peningkatan alami ini terjadi bersamaan dengan periode dingin di Atlantik Utara yang dikenal sebagai Peristiwa-Peristiwa Heinrich, yang terkait dengan perubahan iklim mendadak secara global.

Selama peningkatan CO2 alami terbesar, level-levelnya meningkat sekitar 14 bagian per juta (ppm) dalam 55 tahun. Sebaliknya, laju peningkatan CO2 saat ini, yang sebagian besar didorong oleh aktivitas-aktivitas manusia, akan mencapai angka tersebut hanya dalam waktu lima hingga enam tahun.

Salah satu penemuan penting adalah peningkatan CO2 di masa lalu dikaitkan dengan penguatan angin barat, yang memainkan peran penting dalam sirkulasi laut. Angin ini menyebabkan pelepasan CO2 dengan cepat dari Samudra Selatan, yang merupakan penyerap karbon utama.

Christo Buizert, salah satu penulis studi tersebut, mencatat bahwa peristiwa-peristiwa Heinrich ini kemungkinan besar melibatkan perubahan dramatis, seperti runtuhnya lapisan es Amerika Utara, memengaruhi pola cuaca dan menyebabkan pelepasan CO2 dalam jumlah besar. Para peneliti memperingatkan bahwa perubahan serupa pada pola angin akibat perubahan iklim saat ini dapat mengurangi kemampuan Samudra Selatan dalam menyerap CO2. Hal ini mengkhawatirkan karena kita bergantung pada Samudra Selatan untuk menyerap sebagian besar CO2 yang dihasilkan manusia.

“Jika angin barat menguat seperti yang diperkirakan, Samudra Selatan akan menjadi kurang efektif dalam menyerap CO2,” jelas Wendt.

Hal ini berarti lebih banyak CO2 yang tersisa di atmosfer sehingga semakin mempercepat pemanasan global. Temuan-temuan ini menggarisbawahi pentingnya mengatasi emisi CO2 yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Dengan belajar dari peristiwa-peristiwa iklim pada masa lalu, kita mendapatkan wawasan-wawasan berharga mengenai potensi dampak peningkatan CO2 yang pesat saat ini. Mengurangi emisi-emisi dan memahami proses alami ini merupakan langkah penting dalam mitigasi perubahan iklim dan melindungi planet kita untuk generasi-generasi mendatang. 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement