Selasa 21 May 2024 16:54 WIB

MK Tolak Gugatan PPP Soal Dugaan Kecurangan di Papua Tengah

MK menolak gugatan PPP terkait dugaan kecurangan Pileg 2024 di Papua Tengah.

Red: Bilal Ramadhan
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo besama hakim konstitusi lainnya. MK menolak gugatan PPP terkait dugaan kecurangan Pileg 2024 di Papua Tengah.
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo besama hakim konstitusi lainnya. MK menolak gugatan PPP terkait dugaan kecurangan Pileg 2024 di Papua Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak dapat menerima gugatan atau permohonan perkara PHPU Pileg 2024 yang diajukan oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terkait dugaan kecurangan Pileg di Papua Tengah.

Permohonan tersebut teregistrasi dengan nomor 174-01-17-36/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 untuk pengisian calon anggota DPR RI Dapil Papua Tengah, anggota DPRD Kabupaten Paniai Dapil Paniai 1, dan anggota DPRD Paniai Dapil Paniai 2. Berlaku sebagai pihak pemohon adalah PPP, pihak termohon adalah KPU, dan pihak terkait adalah PDI Perjuangan (PDIP).

Baca Juga

"Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pleno di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (21/5/2024).

Dalam penjelasan MK, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan bahwa lembaga peradilan tersebut mempertimbangkan eksepsi KPU yang pada pokoknya menyatakan permohonan PPP tidak jelas atau kabur.

Terhadap eksepsi tersebut, lanjutnya, MK hanya mempertimbangkan hal-hal yang dianggap penting dan relevan untuk dinilai, yaitu yang berkaitan dengan adanya beberapa model petitum alternatif dan soal ihwal lokasi perpindahan suara PPP yang tidak dijelaskan secara rinci.

Ia menekankan, petitum dalam sebuah permohonan menjadi bagian yang sangat penting untuk dibahas karena berkaitan dengan permintaan Pemohon kepada MK.

"Petitum yang tidak jelas, apalagi saling bertentangan dengan posita, berpotensi membuat permohonan menjadi tidak jelas ataupun kabur. Oleh karenanya, kejelasan petitum dalam suatu permohonan menjadi salah satu syarat formil yang diatur dalam Pasal 11 ayat 2 Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2023," kata dia.

Dengan demikian, MK pun menyatakan bahwa permohonan PPP tidak jelas atau kabur (obscuur). "Karena permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur, maka eksepsi Termohon berkenaan dengan permohonan tidak jelas atau kabur adalah beralasan menurut hukum, sehingga pokok permohonan Pemohon tidak dipertimbangkan lebih lanjut," pungkas dia.

Adapun dalam permohonannya, PPP mendalilkan dugaan terjadinya kecurangan yang terjadi secara manipulatif di Papua Tengah, sehingga menyebabkan berkurangnya suara partai tersebut.

Pada Selasa dan Rabu (22/5), MK menggelar sidang pleno dengan agenda pengucapan/keputusan. Sidang tersebut digelar di Ruang Sidang Pleno Gedung I MK mulai pukul 08.00 WIB.

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

  • 1 kali
  • 2 kali
  • 3 kali
  • 4 kali
  • Lebih dari 5 kali
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement