REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada Muslim yang harus mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk bisa berqurban. Namun, ada juga Muslim yang berkecukupan hartanya sehingga penghasilannya dalam satu bulan bisa langsung untuk berqurban kambing atau domba misalnya.
Lantas bagaimana hukumnya jika ada Muslim yang berkecukupan harta tapi tidak melaksanakan qurban, apakah dosa? KH Ahmad Sarwat Lc pada laman Rumah Fiqih menjawab pertanyaan tersebut.
KH Ahmad Sarwat menjelaskan, meski nampak sederhana namun pertanyaan itu cukup penting untuk dibahas. Sebab di balik euforia orang menjelang Hari Raya Idul Adha yang sibuk mengurus dan menyembelih hewan qurban, banyak juga yang tidak terlalu mendalami hukum fiqih di balik itu.
Sampai ada yang beranggapan bahwa menyembelih hewan qurban itu hukumnya wajib. Sehingga, jika sampai tidak dilaksanakan seolah-olah berdosa besar. Meskipun pendapat yang yang mewajibkan ini tidak terlalu salah, namun sebenarnya mayoritas ulama (jumhur) tidak mewajibkannya, meskipun seseorang terbilang cukup berada dari sisi finansial.
Lalu apa hukumnya sebagaimana yang dipahami oleh para fuqaha berdasarkan dalil-dalil dari Alquran dan As-Sunnah?
Hukum Menyembelih Hewan Qurban:
Setidaknya secara umum hukumnya berkisar pada dua hal, yaitu antara sunah dan wajib.
Sunah
Umumnya para ulama (jumhur), yaitu mazhab Al-Malikiyah, Asy-syafi'iyah dan Al-Hanabilah berpendapat bahwa hukum menyembelih hewan qurban bukan merupakan kewajiban, melainkan hukumnya sunah.
Kenapa hukumnya menjadi sunah? Jawabnya karena ada banyak dalil yang menunjukkan bahwa jenis ibadah ini memang sunah. Di antaranya adalah hadits-hadits berikut ini.
إِذَا دَخَل الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ بَشَرِهِ شَيْئًا
"Bila telah memasuki 10 (hari bulan Zulhijjah) dan seseorang ingin berqurban, maka janganlah dia ganggu rambut qurbannya dan kuku-kukunya." (HR Imam Muslim dan lainnya)
Dalam hal ini perkataan Rasulullah SAW bahwa seseorang ingin berqurban menunjukkan bahwa hukum berqurban itu diserahkan kepada kemauan seseorang, artinya tidak menjadi wajib melainkan sunah. Kalau hukumnya wajib, maka tidak disebutkan kalau berkeinginan.
ثَلاَثٌ هُنَّ عَلَيَّ فَرَائِضَ وَهُنَّ لَكُمْ تَطَوُّع: الوِتْرُ وَالنَّحْرُ وَصَلاَةُ الضُّحَى
Tiga perkara yang bagiku hukumnya fardhu tapi bagi kalian hukumnya tathawwu' (sunah), yaitu sholat witir, menyembelih udhiyah dan sholat dhuha. (HR Imam Ahmad dan Al-Hakim)
Perbuatan Abu Bakar dan Umar bin Khattab
Dalil lainnya adalah atsar dari Abu Bakar dan Umar bin Khattab bahwa mereka berdua tidak melaksanakan penyembelihan hewan qurban dalam satu atau dua tahun, karena takut dianggap menjadi kewajiban.
Dan hal itu tidak mendapatkan penentangan dari para shahabat yang lainnya. Atsar ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi.
Jenis Hukum Sunah: Sunah Muakkadah
Dalam pandangan jumhur ulama, nilai kesunahan penyembelihan hewan qurban ini menduduki posisi yang cukup tinggi, yaitu sunah muakkadah.
Dari sisi nilainya, jumhur ulama bukan sekedar menyebutkan bahwa menyembelih hewan qurban itu sunah, tetapi sunah yang punya posisi nilai paling atas, yaitu sunah muakkadah.
Selain ketiga mazhab besar itu, para shahabat yang termasuk berada pada pendapat ini adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Bilal bin Rabah Radhiyallahu'anhum. Termasuk Abu Ma'sud Al-Badri, Said bin Al-Musayyib, Atha', Alqamah, Al-Aswad, Ishaq, Abu Tsaur dan Ibnul Munzdir.
Bahkan Abu Yusuf meski dari mazhab Al-Hanafiyah, termasuk yang berpendapat bahwa menyembelih hewan udhiyah tidak wajib, hanya sunah muakkadah.
Karena bukan wajib, maka kalau pun seseorang yang mampu tapi tidak menyembelih hewan qurban, maka dia tidak berdosa.
Apalagi jika mereka memang tergolong orang yang tidak mampu dan miskin. Namun, jika seseorang sudah mampu dan berkecukupan, makruh hukumnya jika tidak menyembelih hewan qurban.