REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Priyantono Oemar
Mobil harus ateret karena kebablasan saat melaju di Jalan Gatot Subroto. Seharusnya, begitu kres dengan Jalan Rasuna Said, mobil belok ke kanan.
Saat kopling ditarik untuk ganti persneling ateret, mobil malah mogok. Entah mogok benar atau dibuat mogok agar tak ditilang polisi, saya tak paham betul.
Di barat Jakarta, langit telah lembayung akibat matahari tenggelam. Mulai September 2018, saya menyebut matahari tenggelam dengan tamalodu dari bahasa Sumba, menggantikan sunset.
Inilah kali pertama saya ke Jakarta naik mobil. Sebelum-sebelumnya hanya naik bus bumel atau kereta bumel, yaitu bus atau kereta yang sering berhenti selama perjalanan karena tarifnya murah.
Kres adalah hasil ucap lidah penutur bahasa Jawa untuk kata Belanda, kruis, yang artinya persimpangan. Oleh lidah Belanda dibaca kraeis.
Sedangkan bumel dari boemel yang artinya sebentar-sebentar berhenti. Bus berhenti karena ada penumpang yang mencegat bus. Kereta berhenti karena harus mendahulukan kereta yang lebih mahal tarifnya.
Kami, para plonco, saat itu harus mendorong mobil ateret agar bisa masuk ke Jalan Rasuna Said. Tujuannya adalah Gedung Mulia, tempat kroeg diadakan. Arti asli kroeg dalam bahasa Belanda adalah pub, tetapi di lingkungan organisasi mahasiswa lokal semacam PMB, kroeg diartikan sebagai berkumpul untuk bersenang-senang.
Di kroeg inilah untuk pertama kalinya saya bertemu Indra Abidin, yang namanya sudah sering saya dengar di kampus. Malam itu, Sabtu 9 September 1989, alumni Perhimpunan Mahasiswa Bandung (PMB) mengadakan kroeg. Di Bandung, malam itu adalah malam lelang nama untuk acara perploncoan yang kami ikuti.
Pergi ke Jakarta, kami tetap berpakaian plonco, sekaligus membawa lengkap peralatan dan kantong plonco dari kantong tepung terigu. Setelah diperkenalkan di panggung, dan dibeli para senior kami diminta turun menyambangi senior yang membeli nama kami.
Malam itu nama bagus kami bersepuluh dibeli dengan nilai yang besar. Hampir 50 persen dari dana yang dibutuhkan panitia perploncoan. Ketika pulang ke Bandung kami dijuluki plonco borjuis.
Di Jawa, plonco merupakan sebutan untuk semangka muda. Kata ini oleh HD van Pernis dimasukkan ke kamus Bahasa Indonesia-Nederlands pada 1950 dengan arti jonge watermeloen (semangka muda) dan groen (hijau). Buah yang belum matang itu dijadikan julukan untuk mahasiswa/anggota baru yang perlu digojlok terlebih dulu. Diceburkan ke air atau ke lumpur. Plonco in het modder plonzen (menceburkan plonco ke dalam lumpur).
Sedangkan borjuis diambil dari kata Prancis bourgeoisie (kata yang lebih lama lagi, burgeis), yang artinya warga kota. Kemudian berkembang makna menjadi warga kelas menengah. Di acara kroeg itu, kami menemui para senior yang sudah masuk kelas borjuis.
Kami berjalan jongkok, kemudian duduk sila di lantai di dekat para senior pembeli nama kami masing-masing. Saat perkenalan inilah, tugas-tugas ringan diberikan kepada kami. Seorang senior meminta saya menyemir sepatunya.
"Jangan salah semir, Co," ujar dia, yang tak lain adalah Indra Abidin. Selesai menyemir tak ada uang semir. Dalam hidup ini uang semir termasuk praktik korupsi, karena KBBI memberi makna uang semir adalah uang pelicin.
Saya mengetahui nama dia setelah membaca buku plonco saya. Ia pembeli nama bagus saya, dan membubuhkan namanya di buku plonco saya. Ia juga membubuhkan nama bagus 'Kodok Ahtret' di buku plonco saya. Saya tak tahu mengapa ia menuliskan ahtret, bukan ateret seperti yang tercantum di KBBI. Saya tak pernah menanyakan kepadanya, selain nama itu ternyata juga nama bagus dia saat menjadi plonco di PMB pada 1967.
Belakangan saya tahu ahtret berasal dari bahasa Belanda achteruit (dibaca ahteraeit), yang diucapkan dengan lidah Indonesia menjadi ahtret atau atret, lalu dicatat di KBBI menjadi ateret sebagai ragam percakapan. Arti dari achteruit adalah persneling mundur. Versnelling dalam bahasa Belanda, diucapkan oleh lidah Indonesia menjadi persneling, bukan versneling. Kopling juga dari Belanda, koppeling, tetapi diserap dengan membuang e setelah p.
Kamus Bahasa Belanda-Indonesia. Sejumlah kata bahasa Indonesia diserap dari bahasa Belanda.
Lalu mengapa kodok ahtret? Adakah kodok yang berjalan mundur? Ada. Lampu kodok. Lampu kodok merupakan lampu sign di bagian belakang mobil --yang menyala saat mobil ahtret. Mungkin karena bentuknya kecil seperti kodok, sehingga lampu itu disebut lampu kodok.
Tak ada kodok ahtret, kecuali saya dan Indra Abidin. Namun sekarang di internet kita bisa menemukan kodok atret sebagai nama akun Facebook, nama akun blog, ataupun nama merek pomade.
Dari bahasa Inggris, pomade tetap menjadi pomade di KBBI. Jika kita mengucapkan sesuai ejaannya, pasti akan ditertawakan orang. Lidah Indonesia terbiasa mengucapkan pomeid daripada pomade. Sama halnya dengan bus, yang di Belanda dilafalkan bes, di lidah kita menjadi bis. Jika kita mengucapkan bus sesuai ejaannya, juga ditertawakan orang.