Jumat 07 Jun 2024 04:18 WIB

Tiga Titik Miqat Jamaah Indonesia (3-Habis)

Masjid Hudaibiyah juga menjadi salah satu titik miqat.

Masjid Hudaibiyah menjadi salah satu titik miqat jamaah haji.
Foto: paramanio
Masjid Hudaibiyah menjadi salah satu titik miqat jamaah haji.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Muhyiddin dari Makkah, Arab Saudi

Masjid Hudaibiyah juga menjadi salah satu titik miqat yang banyak dikunjungi jamaah haji dari seluruh dunia, termasuk jamaah asal Indonesia. Namun, karena tahun ini pemerintah Arab Saudi melakukan sejumlah pengetatan, tidak disarankan untuk memngambil miqat di masjid ini. 

Baca Juga

Masjid Hudaibiyah ini berada di sisi barat Makkah dan terletak di pinggiran kota Makkah yaitu di Jalan Jeddah Lama. Dilihat dari aplikasi maps, jarak antara miqat Hudaibiyah dan Masjidil Haram sendiri sekitar 36 kilometer.

Untuk menuju titik miqat yang satu ini, jamaah haji Indonesia biasanya menggunakan bus yang disewa secara berombongan. Kebanyakan berasal dari Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH). Titik miqat ini menjadi istimewa karena menjadi saksi perjuangan Nabi Muhammad. 

Di sini lah Nabi Muhamama dan kaum Quraisy melakukan perjanjian Hudaibiyah untuk gencatan senjata selama 10 tahun. Peristiwa ini merupakan salah satu peristiwa paling luar biasa dan terbukti menjadi titik balik dalam sejarah Islam. Nabi menandatangani perjanjian damai ini pada tahun 628 M. 

Nama Hudaibiyah sendiri diambil dari nama telaga, yang juga dikenal dengan sebutan telaga Asy-Syumaisi. Sejarah juga mencatat Hudaibiyah menjadi pintu masuk kecemerlangan kaum Muslimin dalam menduduki Kota Makkah (Fathul Makkah).

Salah satu tim Bimbad Daerah Kerja (Daker) Malkah, KH Ahmad Shiqdi menjelaskan, Rasulullah SAW juga pernah miqat di Masjid Hudaibiyah ini. Saat it, pada abad ke-6 Hijriyah, Nabi mengajak semua sahabatnya untuk melaksanakan umrah ke Makkah. 

"Masjid Hudaibiyah ini adalah menjadi salah satu miqatnya Rasulullah, karena dalam sejarah Rasulullah pernah melakukan umrah sebanyak empat kali. Dan beliau mengambil miqat salah satunya di Hudaibiyah selain Ji'ronah," ujar pria yang akrab dipanggil Gus Asid ini di Kantor Daker Makkah, Rabu (5/6/2024). 

Sejarah mencatat, pada tahun 628 M, Nabi Muhammad SAW bermimpi bahwa ia dan para pengikutnya memasuki Makkah dan melakukan tawaf. Itu pertanda baik dan karenanya beliau mengumumkan rencananya mengunjungi Makkah untuk menunaikan umrah. 

Lebih dari 1.400 Muslim kemudian mengenakan ihram bersamanya dari Madinah. Mereka juga membawa 70 ekor unta untuk dikurbankan. Sesuai dengan praktik yang berlaku, masyarakat Makkah diwajibkan mengizinkan jamaah datang tanpa senjata untuk melakukan umrah. 

Namun, karena khawatir dengan kehadiran ribuan umat Islam, para pemimpin Quraisy memutuskan untuk tidak mengizinkan mereka memasuki kota. Nabi Muhammad lalu mengubah rute Tan'im untuk menghindari konfrontasi dan tiba di Hudaibiyah.

Bertekad untuk tidak mengizinkan umat Islam memasuki kota, penduduk Makkah kalu mengirim Urwah bin Masud untuk bernegosiasi dengan Nabi. Sangat terkesan dengan pemandangan cinta Nabi di antara para pengikutnya, Urwah pun berkata, 

“Saya telah mengunjungi istana kerajaan Persia, Romawi dan Ethiopia, tapi saya belum pernah melihat rasa hormat dan penghargaan setinggi yang dimiliki para pengikut Muhammad terhadap dia. Mereka datang hanya untuk beribadah. Biarkan mereka memasuki kota suci.”

Namun, para pemimpin Makkah tetap bertekad untuk mencegah kaum Muslim. Nabi kemudian mengirim Utsman bin Affan yang memiliki kontak baik di Makkah. Namun, mereka menahannya dan menyebarkan rumor yang membuat marah umat Islam bahwa Utsman telah terbunuh.

Ini merupakan tantangan besar bagi kaum muslimin. Meskipun berjarak kilometer dari Madinah dan tidak memiliki senjata yang layak untuk berperang, 1.400 umat Islam sudah siap berperang sampai mati syahid.

Karena takut, kaum Quraisy akhirnya setuju untuk mendiskusikan syarat perdamaian.

Mereka juga membebaskan Utsman dan mengirim Suhail bin Amr untuk merundingkan syarat perdamaian dengan Nabi Muhammad, yang kemudian dikenal dengan Shulhul Hudaibiyah (Perjanjian Hudaibiyah). 

Berikut poin Perjanjian Hudaibiyah antara Nabi dan Suhail Ibn Amr sebagai utusan Makkah:

1. Akan terjadi gencatan senjata antara kedua pihak dan tidak ada pertempuran selama 10 tahun ke depan.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement