REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan Rusia tidak perlu menggunakan senjata nuklir untuk mengamankan kemenangan di Ukraina. Ini menjadi sinyal terkuat Kremlin hingga saat ini bahwa konflik paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia Kedua tidak akan meningkat menjadi konflik perang nuklir.
Sejak Putin memerintahkan pasukan masuk ke Ukraina pada Februari 2022, ia telah mengatakan dalam beberapa kesempatan bahwa Rusia akan menggunakan senjata semacam itu jika diperlukan untuk mempertahankan diri. Ini yang menurut Barat merupakan ancaman nuklir.
Ketika ditanya pada sesi pleno Forum Ekonomi Internasional St Petersburg oleh moderator Sergei Karaganov, seorang analis Rusia yang berpengaruh, apakah Rusia harus mengacungkan nuklir ke Barat, Putin mengatakan dia tidak melihat syarat untuk menggunakan senjata seperti itu.
"Penggunaannya dimungkinkan dalam kasus luar biasa, jika terjadi ancaman terhadap kedaulatan dan integritas wilayah negara. Saya rasa kasus seperti itu tidak akan terjadi. Hal seperti itu tidak diperlukan," kata Putin.
Moskow menganggap Krimea, yang direbutnya dari Ukraina pada tahun 2014, dan empat wilayah Ukraina lainnya kini sebagai bagian integral dari wilayahnya sendiri. Sehingga hal ini meningkatkan kemungkinan serangan nuklir jika Kiev tampaknya siap untuk merebut kembali wilayah tersebut.
Ukraina telah meningkatkan serangan pesawat tak berawak dan rudal terhadap sasaran-sasaran Rusia, termasuk di Krimea. Kiev berjanji untuk mengusir semua pasukan Rusia dari wilayahnya.
Putin mengatakan dia tidak mengesampingkan perubahan pada doktrin nuklir Rusia, yang menetapkan kondisi di mana senjata tersebut dapat digunakan.
Ia juga mengatakan bahwa jika diperlukan, Rusia dapat melakukan uji coba senjata nuklir, meskipun ia memandang hal tersebut tidak perlu dilakukan saat ini.
Perdebatan publik mengenai serangan nuklir di forum ekonomi utama Rusia tampaknya merupakan upaya Kremlin untuk mengurangi ketakutan terhadap nuklir, ketika perang di Ukraina meningkat menuju fase yang menurut diplomat Rusia dan AS merupakan fase paling berbahaya. Sebagai informasi, Rusia dan Amerika Serikat menguasai hampir 90 persen senjata nuklir dunia.
Perang nuklir....