REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jumhur (kesepakatan) ulama berpendapat jika berkurban hukumnya sunah dilakukan. Jika seseorang tidak menjalankannya, maka dia tidak berdosa. Hanya saja, jika seseorang bernadzar sebelumnya dan Allah SWT mengabulkan nadzarnya, maka hukumnya berubah menjadi wajib sehingga jika tidak dikerjakan menjadi dosa, menurut pendiri Rumah Fiqih Ustaz Ahmad Sarwat di laman Rumah Fiqih. Lebih jauh, Ustaz Ahmad Sarwat memperinci berbagai pendapat imam mazhab dalam menghukumi kurban.
Sunah
Umumnya para ulama (jumhur), yaitu mazhab Al-Malikiyah, Asy-syafi'iyah dan Al-Hanabilah berpendapat bahwa hukum menyembelih hewan kurban bukan merupakan kewajiban, melainkan hukumnya sunah.
Kenapa hukumnya menjadi sunah? Jawabnya karena ada banyak dalil yang menunjukkan bahwa jenis ibadah ini memang sunah. Di antaranya adalah hadits-hadits berikut ini.
إِذَا دَخَل الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ بَشَرِهِ شَيْئًا
"Bila telah memasuki 10 (hari bulan Zulhijjah) dan seseorang ingin berkurban, maka janganlah dia ganggu rambut kurbannya dan kuku-kukunya." (HR Imam Muslim dan lainnya)
Dalam hal ini perkataan Rasulullah SAW bahwa seseorang ingin berqurban menunjukkan bahwa hukum berqurban itu diserahkan kepada kemauan seseorang, artinya tidak menjadi wajib melainkan sunah. Kalau hukumnya wajib, maka tidak disebutkan kalau berkeinginan.
ثَلاَثٌ هُنَّ عَلَيَّ فَرَائِضَ وَهُنَّ لَكُمْ تَطَوُّع: الوِتْرُ وَالنَّحْرُ وَصَلاَةُ الضُّحَى
Tiga perkara yang bagiku hukumnya fardhu tapi bagi kalian hukumnya tathawwu' (sunah), yaitu sholat witir, menyembelih udhiyah dan sholat dhuha. (HR Imam Ahmad dan Al-Hakim)
Perbuatan Abu Bakar dan Umar bin Khattab
Dalil lainnya adalah atsar dari Abu Bakar dan Umar bin Khattab bahwa mereka berdua tidak melaksanakan penyembelihan hewan qurban dalam satu atau dua tahun, karena takut dianggap menjadi kewajiban. Dan hal itu tidak mendapatkan penentangan dari para sahabat yang lainnya.